KOMPAS.com - Sekretaris Jenderal (Sekjen) MPR RI Ma'ruf Cahyono mengapresasi para peserta Lomba Debat Konstitusi yang telah diadakan oleh MPR.
Ma'ruf mengatakan para peserta cukup cerdas, kritis, serta telah mampu melakukan evaluasi pada sistem tata negara, konstitusi, dan pelaksanaan konstitusi.
"Ini adalah masukan yang berharga untuk MPR RI," ujarnya dalam rilis tertulis, Rabu (28/8/2019).
Sesuai ketentuan Undang Undang tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3) pada Pasal 5, gagasan dan pemikiran dalam Debat Konstitusi ini adalah bentuk dari aspirasi masyarakat.
Baca juga: Jalan Sehat, Cara MPR Merekatkan Persatuan Bangsa
"Peserta Lomba Debat Konstitusi merupakan sumber daya manusia (SDM) unggul sesuai tema hari ulang tahun (HUT) ke-74 Kemerdekaan Indonesia, yaitu SDM Unggul Indonesia Maju," jelas Ma'ruf.
Menurutnya, kekritisan dan kemampuan melakukan analisis historis, sosiologis, dan filosofis yang peserta lomba miliki bisa disumbangkan untuk kepentingan bangsa dan negara.
Pada Lomba Debat Konstitusi tahun ini, Universitas Sumatera Utara (USU) dinobatkan menjadi pemenang Lomba Debat Konstitusi MPR.
Sementara itu, Universitas Andalas menjadi juara kedua. Adapun Grand Final Lomba Debat Konstitusi berlangsung di Gedung Nusantara IV komplek Parlemen Jakarta, Rabu (28/8/2019).
Pada Grand Final, telah diumumkan pula pemenang Lomba Academic Constitutional Drafting dan Lomba Karya Tulis Ilmiah Sistem Ketatanegaraan.
Untuk kategori naskah terbaik Academic Constitutional Drafting, Universitas Gadjah Mada berhasil menjadi pemenangnya. Sedangkan juara pertama Lomba Academic Constitutional Drafting direbut oleh Universitas Diponegoro.
Untuk diketahui, pokok perdebatan dalam Grand Final Lomba Debat Konstitusi adalah Presiden dan Wakil Presiden yang memegang jabatan selama tujuh tahun dan hanya satu kali masa jabatan.
Dalam debat itu, USU yang bersikap kontra terhadap wacana tersebut berhasil mempertahankan argumentasinya.
Tim USU dalam argumentasinya menegaskan sudah menjadi ketentuan dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 bahwa presiden dipilih secara langsung.
Baca juga: 100 Mahasiswa Ikuti Berbagai Lomba di Pekan Konstitusi MPR 2019
Presiden dan Wakil Presiden memegang masa jabatan selama lima tahun dan dapat dipilih kembali untuk satu kali masa jabatan.
Itu merupakan mekanisme yang ideal. Bila selama lima tahun pertama presiden dan wakil presiden kurang memuaskan, maka rakyat akan menjatuhkan punishment untuk tidak memilih pada periode berikutnya.
Alasan lainnya adalah tidak ada urgensi untuk membatasi satu kali masa jabatan presiden.
Masa jabatan selama tujuh tahun akan merugikan karena jika kinerja presiden tidak bagus rakyat harus menunggu selama tujuh tahun untuk bisa mengganti presiden.
Baca juga: Soal Pemindahan Ibu Kota, Ketua MPR Minta Pemerintah Selesaikan Dulu Masalah Papua
Pembatasan satu kali masa jabatan pun bisa mengurangi motivasi presiden agar bisa terpilih kembali.
Sekretaris Jenderal MPR Ma'ruf Cahyono mengatakan dalam proses debat konstitusi yang sudah berlangsung dua hari itu baik sikap pro dan kontra bukan untuk mencari benar atau salah dan baik atau buruk.
"Tidak ada benar atau salah secara akademik, dan tidak ada baik dan buruk secara etik. Pada akhirnya semua adalah soal pilihan," tutupnya.