Zaman Berkembang, Konstitusi Perlu Penyesuaian

Kompas.com - 18/08/2019, 14:37 WIB
HTRMN,
Sri Noviyanti

Tim Redaksi

 

JAKARTA, KOMPAS.com - Lewat Konstitusi Undang-Undang Dasar ( UUD) 1945 yang dirumuskan oleh para Pendiri Bangsa, Indonesia mampu mewujudkan visi dan misinya.

Konstitusi dan negara adalah dua hal yang berkaitan. Lewat konstitusi, kekuasaan negara dapat dibatasi sehingga penyelenggaraannya tidak sewenang-wenang.

Dengan kata lain, konstitusi adalah hukum yang mengatur negara. Bukan hukum mengenai bagaimana negara mengatur seperti dipercaya publik selama ini.

Pasalnya, di dalam UUD 1945 pun terdapat jaminan terpenuhinya hak-hak manusia, realisasi kesejahteraan, dan kemakmuran masyarakat.

"Maka dengan mengembalikan memori kita tentang arti UUD 1945, ini mengingatkan kita bahwa di dalamnya (UUD 1945) terdapat nafas bangsa Indonesia," kata Ketua Majelis Permusyawaratan, Zulkifli Hasan yang hadir pada peringatan Hari Konstitusional, di Komplek Parlemen MPR DPR DPD RI, Minggu (18/8/2019).

Zulkifli menambahkan, sebagai Rumah Kebangsaan, ini sudah menjadi tanggung jawab MPR untuk menginstitusionalisasikan UUD 1945 ke seluruh lapisan masyarakat agar menjadi konstitusi yang hidup sekaligus bekerja.

Adapun konstitusi yang hidup adalah mampu menjawab segala tantangan zaman. Sementara konstitusi yang bekerja, yaitu senantiasa dijadikan panduan untuk setiap pengambilan kebijakan, baik dalam bermasyarakat, berbangsa, maupun bernegara.

Secara alamiah, konstitusi berkembang mengikuti dinamika dan kebutuhan masyarakatnya. Itulah mengapa UUD 1945 harus terus melakukan penyesuaian dengan zaman.

Maka dari itu, sebagai lembaga yang berwenang mengubah dan menetapkan UUD, MPR melakukan amandemen terbatas untuk konstitusi tersebut.

Sebenarnya, rencana amandemen terbatas konstitusi ini telah dilakukan oleh MPR masa jabatan 2009-2014 silam yang kemudian direkomendasikan kepada periode 2014-2019.

Akan tetapi, diakui Zulkifli, rencana tesebut masih belum bisa diwujudkan. Sebab, menurutnya tak mudah untuk melakukan perubahan UUD.

Diterangkannya, sesuai pasal 37 UUD 1945 dan Tata Tertib (Tatib) MPR, perubahan tidak dapat dilakukan dalam enam bula sebelum berakhirnya masa keanggotaan MPR.

"Ya memang kalau mau mengubah UUD itu syaratnya berat, tidak semudah mengubah Undang-Undang (UU), dan harus disetujui oleh tiga per empat anggota MPR," tandasnya.

Oleh sebab itu, untuk dapat memujudkan amandemen yang isinya perubahan lima gagasan ini, Zulkifli merekomendasikannya kepada MPR periode mendatang, yaitu 2019-2024.

Adapun kelima gagasan tersebut terdiri dari penataan kewenangan MPR dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD), penataan kekuasaan kehakiman, penataan sistem presidensial, dan penataan peraturan perundang-undangan yang berpedoman pada Pancasila.

Copyright 2008 - 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme Jernih KOMPAS.com
Memuat pilihan harga...
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme Jernih KOMPAS.com