KOMPAS.com – Ketua Badan Anggaran MPR RI Idris Laena mengatakan semua kelompok dan suku-suku yang ada di Indonesia harus saling menghormati satu dengan yang lainnya. Tidak boleh ada satu kelompok pun yang merasa menang sendiri. Semua harus mau berkorban demi kepentingan bersama.
Pernyataan itu disampaikan Idris Laena M.H saat memberikan pemaparan pada Sosialisasi Empat Pilar MPR RI di hadapan keluarga besar SMAN 15, Jakarta Utara.
Acara tersebut merupakan kerja sama antara MPR dengan Bina Prestasi Nusantara dan berlangsung di halaman SMAN 15 pada Senin (19/8/2019).
Baca juga: Ketua MPR Tegaskan Amandemen UUD 1945 Hanya terkait Penerapan GBHN
Menurut Idris, salah satu contoh sikap toleransi dan pengorbanan yang patut ditiru oleh generasi muda adalah saat umat Islam Indonesia rela menghapus tujuh kata dalam Piagam Jakarta sehingga jadilah Pancasila seperti yang dikenal sekarang.
Saat itu, lanjutnya, para ulama lebih mengutamakan persatuan dan kesatuan Indonesia dibanding ego keagamaan dan dengan sukarela serta keikhlasan yang tinggi mereka memilih Negara Kesatuan Republik Indonesia ( NKRI) dibanding Negara Islam.
“Sikap-sikap seperti ini harus senantiasa dikedepankan. Mengutamakan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan kelompok dan golongan. Inilah yang akan membuat NKRI terus bersatu,” jelas Idris.
Negara yang kuat, menurut Idris, bukan ditentukan oleh militernya. Namun, kuat lemahnya suatu negara ditentukan oleh rasa nasionalisme seluruh warganya.
“Jika nasionalisme masyarakat tinggi, apapun hambatan yang dihadapi mereka akan bersatu padu menghadapi hambatan yang menghadang. Tanpa harus menunggu militernya turun tangan,” bebernya.
Selain itu, di hadapan para siswa, guru, dan alumni SMAN 15 Jakarta, Idris menyampaikan kekagumannya terhadap kekayaan Indonesia.
Baca juga: Ini Alasan Ketua MPR Dorong Amandemen UUD
Disebutnya, Indonesia adalah negera yang besar. Terdiri dari 17.000 pulau, 1.370 suku, serta 800 bahasa.
Menurut Idris, kekayaan Indonesia ini tak hanya membanggakan, tetapi juga berpotensi menyebabkan perpecahan.
“Kita harus syukuri hidup di Indonesia. Kita memang belum terlalu maju, tetapi kita hidup dengan aman dan damai. Kita bisa melakukan aktivitas tanpa harus merasa takut dan tertekan”, tutup Idris.