KOMPAS.com - Ketua MPR Zulkifli Hasan mengutarakan bahwa seharusnya Undang-Undang Dasar (UD) 1945) dapat menjdi arahan perilaku bangsa Indonesia saat ini dan masa depan.
Hal itu diimbuhkan saat ia memberi sambutan pada Peringatan Hari Konstitusi yang digelar di Gedung Nusantara IV, Komplek Gedung MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Minggu, (18/8/2019).
Ia juga mengarakan bahsa peringatan akan Hari Konstitusi amat penting karena dalam sejarahnu, konstitusi telah menjadi Dokumen Nasional berfungsi menegaskan identitas negara. Lebih dari itu, konstitusi juga menjadi Piagam Kelahiran bangsa Indonesia, cita-cita Indonesia merdeka, tujuan pembentukan pemerintah Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Dasar Negara Pancasila.
Untuk itu, Zulkifli Hasan mengajak masyarakat merefleksikan diri sekaligus merenungkan, bahwa UUD 1945 yang dirumuskan para Pendiri Bangsa adalah suatu dokumen hukum yang khas.
“Undang-Undang Dasar 1945 bukan hanya jenis norma khusus yang berdiri di puncak piramida normatif, tetapi juga termaktub komitmen dan orientasi bangsa Indonesia,” ujarnya.
Inilah yang ia maknai bahwa rancangan UUD 1945 harusnya jdi arahan perilaku.
Menurut Zulkifli Hasan, konstitusi memuat aturan dan prinsip-prinsip entitas politik hukum sebagai jaminan utama untuk menjaga hubungan antara rakyat dan pemerintah.
Konstitusi, dikatakan olehnya harus menjamin terpenuhinya hak-hak asasi manusia, realisasi kesejahteraan, dan kemakmuran masyarakat, terlaksananya perlindungan terhadap segenap warga negara, berjalannya supremasi hukum, terpeliharanya norma-norma khas masyarakat, terkendalinya pemerintahan, serta persatuan dan kesatuan masyarakat Indonesia dalam kerukunan meskipun dibingkai perbedaan.
“Untuk itulah, konstitusi bukan hanya harus mendapat pengawalan agar tetap dapat menjadi panduan bernegara”, ujarnya.
Ia mengimbau perlunya penanaman konstitusi dalam tiap diri warga negara.
Dalam kerangka itu, MPR sebagai rumah kebangsaan, pengawal ideologi pancasila dan kedaulatan rakyat, mengambil peran untuk terus-menerus menginstitusionalisasikan UUD 1945 pada seluruh lapisan masyarakat.
Selain itu, sesuai dengan mandat undang-undang, MPR juga melakukan aktualisasi nilai-nilai ideologi dan dasar negara Pancasila, memperkokoh Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan semangat Bhinneka Tunggal Ika.
Kemudian, terkait dengan perlunya penyesuaian konstitusi dengan kebutuhan zaman telah disadari oleh MPR masa jabatan 2009 - 2014. Untuk itu, MPR mengusulkan pada anggota MPR selanjutnya, masa jabatan 2014 – 2019 untuk melakukan penataan sistem ketatanegaraan melalui perubahan kelima Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta merekomendasikan untuk menghadirkan kembali sistem perencanaan pembangunan nasional model GBHN.
Melalui pengkajian yang mendalam, Fraksi-fraksi dan Kelompok DPD di MPR telah bersepakat untuk mengembalikan wewenang MPR dalam menetapkan garis-garis besar daripada haluan negara, melalui Perubahan Terbatas Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Dijelaskan oleh Zulkifli Hasan, substansi lainnya yang telah dilakukan pengkajian secara mendalam yang memerlukan penyesuaian melalui perubahan Undang-Undang Dasar antara lain, penataan Kewenangan MPR, penataan kewenangan DPD, penataan kekuasaan kehakiman, penataan sistem presidensial, dan melakukan penataan peraturan perundang-undangan dengan berpedoman pada Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum negara.
Diakui hingga saat ini, rekomendasi MPR masa jabatan 2009 – 2014 belum bisa diwujudkan melalui perubahan kelima Undang-Undang Dasar mengingat tidak terpenuhinya ketentuan Pasal 37 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan Tata Tertib MPR yang membatasi, yaitu usul ubahan terhadap UUD 1945 tidak dapat diajukan dalam enam bulan sebelum berakhirnya masa keanggotaan MPR.