KOMPAS.com – Kinerja Majelis Permusyawaratan Rakyar ( MPR) sebagai lembaga parlemen negara dinilai tidak berjalan efektif. Ini dilihat dari kegiatannya yang hanya melakukan Sidang Tahunan dan Sosialisasi Empat Pilar.
Hal tersebut diungkapkan oleh Sektretaris Fraksi PAN MPR RI, Saleh Partaonan Daulay saat menjadi narasumber dalam Diskusi Empat Pilar MPR di Media Center, Gedung Nusantara III, Komplek MPR/DPR/ DPD RI, Jakarta, Senin (12/8/2019).
Berangkat dari situ, ia meminta kewenangan MPR dapat dikembalikan, terutama dalam membuat Garis Besar Haluan Negara (GBHN).
Kendati sudah ada Undang Undang (UU) Rencana Program Pembangunan Jangka Pendek, Menengah dan Panjang (RPJPMP), Saleh mengakui GBHN masih sangat penting.
Pasalnya, bila tidak menggunakan haluan maka arah pembangunan antar periode Presiden menjadi tak akur.
Contohnya, antara Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dengan Presiden Joko Widodo ( Jokowi). Masing-masing memiliki visi dan misi pembangunan tersendiri.
Baca juga: Edhy Prabowo: MPR Masih Jauh...
“Bila pembangunan dalam era selanjutnya berubah maka akan membuat pembangunan tak berkesinambungan," tutur dia seperti dalam keterangan tertulisnya.
Sementara itu, untuk mengoptimalkan kembali MPR, Saleh mengatakan bisa dilakukan dengan beberapa cara. Pertama, kembali menegaskan Ketetapan MPR.
Posisi Ketetapan MPR dalam tata peraturan perundangan yang berlaku di bawah Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 dan di atas UU. Dengan begitu, arah program pembangunan dari pemerintah bisa dievaluasi.
Kedua, lanjut Saleh, adalah memberi kewenangan pada MPR untuk menafsirkan UUD. “Bila semua langkah-langkah tadi dilakukan maka Sidang Tahunan (ST) MPR menjadi optimal," ujar dia
Baca juga: Fadli Zon Setuju Usulan Wasekjen PAN soal Pimpinan MPR Jadi 10 Orang
Hal senada diamini Ketua Program Pasca Sarjana Universitas Jayabaya Jakarta Lely Arrianie yang juga hadir dalam diskusi tersebut.
Namun menurut dia, sebelum mengoptimalkan ST MPR, langkah yang paling penting adalah mengoptimalkan lebih dahulu anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD).
“Memberdayakan wakil rakyat lebih dahulu sehingga mereka tahu tugas dan fungsinya," ucapnya.
Anggota MPR dari Fraksi PKS Iskan Qolba Lubis yang hadir pula dalam diskusi tersebut mengatakan, ST MPR merupakan momen kebangsaan yang sangat penting.
Oleh karena itu, Presiden Jokowi diharapkan dapat menyampaikan banyak hal bermakna dalam pidato di hadapan anggota MPR.
“Presiden dalam pidato, kami harap mampu memberi motivasi yang kuat kepada rakyat tentang apa yang perlu dilakukan dalam menghadapi pertarungan global," kata Iskan Qolba.
Ia menekanya, Presiden sebagai pemimpin harus bisa menyakinkan rakyat. Pasalnya, Presiden mempunyai visi, misi, dan cita-cita besar.
Baca juga: Jokowi Berikan Tunjangan bagi PNS Fungsional Kataloger, Ini Besarannya
“Untuk itu Presiden jangan bicara hal-hal yang sifatnya teknis. Pidato yang disampaikan harus mempunyai daya ungkit yang besar,” tandas Qolba.
Terlabih lagi, kata dia saat ini ada dua masalah penting yang dihadapi oleh Indonesia.
Pertama, tentang bagaimana mengonsolidasikan antara konsep demokrasi dan kesejahteraan yang belum substantif.
"Demokrasi dalam masa reformasi berkembang luar biasa. Sayangnya, demokrasi yang berkembang adalah demokrasi struktural,” ungkapnya.
Hal itu lantaran, banyaknya anggapan bahwa untuk menjadi anggota DPR harus mengeluarkan biaya yang tidak sedikit. Padahal, hal ini salah.
Baca juga: RI Rugi Rp 478,8 Triliun akibat Serangan Siber, DPR Siapkan RUU KKS
“Jadi pemimpin itu adalah orang yang punya ide, pintar, bukan orang yang banyak duitnya”, ucapnya.
Kedua, menyatukan hubungan antara nasionalisme dan agama (Islam). Sebab, selama ini ada anggapan di masyarakat seolah-olah kalau orang Islam itu tidak nasionalis dan kalau dia nasionalis tidak Islam.
“Ini harus diselesaikan, ” pungkas dia.