KOMPAS.com - Wakil Ketua Mejelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia ( MPR RI) Ahmad Basarah mengatakan konsensus berbangsa dan bernegara sama sekali tidak boleh dinegosiasikan.
Konsensus ini di antaranya Pancasila, Undang Undang Dasar (UUD) 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dan Bhinneka Tunggal Ika.
"Jangan ada kompromi. Jangan ada negosiasi dalam keadaan apapun. Apalagi hanya untuk kepentingan politik pragmatis guna meraih dukungan suara dalam kontestasi pemilu," jelasnya melalui rilis tertulis, Sabtu (3/8/2019).
Baca juga: Menerjang Berbagai Tantangan Bangsa Melalui Empat Pilar MPR RI
Selain dalam kontestasi pemilu, Ahmad juga mencontohkan pemilihan kabinet yang saat ini sedang dikerjakan Presiden Jokowi.
"Tentu Pak Jokowi akan berbicara dengan para ketua umum partai politik. Semua boleh meminta, tapi Pak Jokowi yang akan memutuskan," tutur Ahmad.
Semua itu, lanjutnya, akan berpulang pada hak prerogratif Presiden.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Indo Barometer M. Qodari menyerukan perlunya rumusan agenda besar republik bersama-sama.
Wujud nyatanya adalah membentuk poros politik empat pilar konsensus berbangsa-bernegara, sebagaimana sudah disosialisasikan oleh MPR RI.
"Upaya penguatan mental ideologi bangsa sebagaimana digagas Almarhum Taufiq Kiemas relevan untuk diterapkan," jelas Qodari.
Inilah agenda besar republik, tambahnya, sebab kontestasi Pemilu 2024 akan lebih keras dan brutal.
Baca juga: MPR: SDM Bermutu Lahir dari Pendidikan Bermutu
"Bukan tidak mustahil segala cara dihalalkan untuk menang," terang Qodari.
Di sisi lain, Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Raja Juli Antoni memberikan catatan terhadap pelaksanaan Pemilu 2019.
Salah satunya adalah terjadinya brutalisme politik dengan menggunakan dalil-dalil agama sebagai basis argumentasi dan untuk menyerang lawan politik.
"Bertemunya elite partai politik layak diapresiasi dan sangat bermanfaat untuk relaksasi ketegangan. Brutalisme politik sudah kita maafkan, namun jangan dilupakan," pungkasnya.