JAKARTA, KOMPAS.com - Isu tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara ( GBHN) menjadi tema yang menarik diperbincangkan, menghadapi wacana amandemen terhadap Undang-Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia tahun 1945.
Demikian hal itu dipaparkan anggota Fraksi PAN MPR RI, Ali Taher Parasong, pada diskusi Empat Pilar MPR di Ruang Media Center MPR/ DPR/ DPD RI, Senin (29/7/2019). Selain persoalan GBHN, lanjut Ali Taher, nyaris tidak ada lagi isu yang lebih menarik.
Tetapi, menurut dia, wacana amandemen tersebut tidak bisa dilaksanakan pada sisa periode anggota MPR tahun 2014-2019. Toh, dia mengaku tetap mendukung rencana pelaksanaan amandemen terhadap UUD 1945, yang salah satu agendanya adalah mengembalikan GBHN ke dalam konstitusi.
"Dengan kembalinya GBHN ke dalam konstitusi diharapkan dapat menjadi alat ukur keberhasilan pembangunan yang dijalankan pemerintah. Tak seperti sekarang, pemerintah melakukan pembangunan hanya berdasarkan visi dan misi saat kampanye," kata Ali Taher.
Menyinggung masalah rekonsiliasi partai politik di parlemen pasca Pemilu, Ali Taher berpendapat bahwa hal itu akan berjalan alami. Memang, dia mengakui bahwa pada awalnya hal itu akan terasa sulit sebagai akibat kontestasi yang keras dalam pemilu.
"Tapi, seiring berjalannya waktu, partai-partai yang sempat bersitegang itu akan mencair dengan sendirinya. Hampir sulit lembaga legislatif bisa berlaku sebagai penyeimbang, jika koalisi pemerintah hasil pemilu 2019 terlalu gemuk. Padahal, salah satu fungsi DPR itu jelas sebagai lembaga pengawas," ujar Ali Taher.
"Pembangunan jalan tol misalnya, ternyata tidak cukup signifikan meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mengurangi angka kemiskinan. Padahal, seluruh potensi pendanaan terlanjur dikerahkan untuk pembangunan infrastruktur, termasuk jalan bebas hambatan," tambah Ali Taher.
Hal senada juga disampaikan oleh pembicara lain, yakni pakar politik dari Universitas Pelita Harapan, Emrus Sihombing. Menurut dia, ada baiknya bangsa Indonesia kembali kepada model GBHN. Namun, GBHN itu hanya mencantumkan gari-garis besar pembangunan, tidak termasuk masalah teknis.
"Agar tidak membatasi kreativitas dan manajerial presiden. Menyangkut persoalan parpol koalisi yang terlalu gemuk, itu bukan hambatan bagi partai oposisi untuk melakukan check and balance. Asalkan tema dan isu yang dilemparkan benar-benar membela kepentingan rakyat, persoalan jumlah tidak akan jadi masalah," ucap Emrus.
"Apalagi, saat ini ada media sosial. Bukankah media sosial itu saat ini sudah melakukan fungsi kontrol melebihi anggota DPR sendiri. Jadi, jumlah sebenarnya bukanlah persoalan untuk menghidupkan keseimbangan di parlemen," tambahnya.