Ini Peran Islam, Kebangsaan, TNI/Polri untuk Indonesia

Kompas.com - 22/07/2019, 21:18 WIB
Kurniasih Budi

Penulis

KOMPAS.com - Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI Ahmad Basarah mengatakan, ada gejala kuat di sebagian kecil masyarakat yang kembali mempertentangkan nilai-nilai luhur yang sudah menjadi konsensus bangsa Indonesia.

Basarah menjelaskan, fenomena itu dapat dilihat mulai dari konsensus kebudayaan Bhinneka Tunggal Ika, pertentangan Islam versus Pancasila, pertentangan NKRI versus Khilafah.

Bahkan, imbuh dia, sudah ada pihak yang menyatakan tekadnya bahwa pada 2024 Indonesia harus berubah menjadi negara Khilafah.

"Gerakan politik ini membawa pikiran dan semangat intoleransi, melakukan monopoli kebenaran, anti terhadap keberagaman, dan bercita-cita mendirikan negara Khilafah,” kata Basarah saat diskusi di sekretariat Pengurus Pusat Persatuan Alumni (PP PA) GMNI, Senin (22/7/2019).

Baca juga: MPR: Pemuda Indonesia Harus Miliki Karakter Kebangsaan

Menurut keterangan Polri, ujar dia, kelompok tersebut juga mulai menginfiltrasi ke partai politik, tokoh masyarakat, tokoh agama, dan kalangan intelektual.

Basarah menjelaskan, diskusi yang digelar PA GMNI itu bertujuan membuka memori kolektif sejarah bangsa Indonesia bahwa ada 3 komponen utama penopang Indonesia, yaitu golongan Islam, golongan nasionalis, dan TNI/Polri.

Konsensus bapak bangsa

Ia menegaskan, Pancasila sebagai ideologi bangsa dan bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan konsensus yang disepakati para pendiri bangsa.

Selain itu, para pendiri bangsa bersepakat menanggalkan identitas primordial dan melebur ke dalam identitas ke-Indonesia-an, dengan Pancasila sebagai tali pengikatnya.

Oleh karena itu, 3 komponen utama penopang bangsa yang juga melahirkan Indonesia, memiliki tanggung jawab kuat untuk terus menjaga Indonesia dan Pancasila.

“Ketiganya sama-sama merebut dan mempertahankan kemerdekaan, kemudian terbukti konsisten menjaga prinsip-prinsip dan dasar negara. Selanjutnya mereka masih eksis dalam panggung politik dan sosial nasional," kata Wakil Sekjen PDI Perjuangan itu dalam pernyataan tertulis.

Kolaborasi dan sinergi

Sementara itu, Kepala Kantor Staf Presiden (KSP) yang juga mantan Panglima TNI Jenderal TNI (Purn) Moeldoko mengamini apa yang disampaikan Basarah.

TNI, menurut Moeldoko, memiliki tanggung jawab penuh dalam menjaga Indonesia.

"Jangan pernah meragukan komitmen TNI dalam menjaga Pancasila. Disinilah 3 komponen bangsa, kita duduk bersama-sama. Kolaborasi dan sinergitas antar 3 kekuatan utama penopang Indonesia harus terus terbangun. Kalau kita bersatu, saya pastikan negara luar akan takut. Ini benar," jelas Moeldoko.

Baca juga: Polisi Sebut Jamaah Islamiyah Dekati Parpol sebagai Strategi Bentuk Negara

Sekretaris Umum PP Muhammadiyah, Abdul Mu'ti, memastikan komitmen Muhammadiyah kepada Pancasila tidak perlu diragukan lagi.

Mu'ti juga membeberkan peran Muhammadiyah dalam melahirkan Indonesia.

"Kalau bicara TNI ada Jenderal Soedirman. Siapa Soedirman, itu kan kader Muhammadiyah. Kalau bicara PNI ada Soekarno. Siapa Soekarno? Kader Muhammadiyah. Muhammadiyah pada 2015 dalam muktamar di Makassar juga menegaskan kembali komitmen terhadap Pancasila. Muhammadiyah menyebut Negara Pancasila sebagai Darul Ahdi Wa Syahadah," ujar dia.

Kontribusi NU

Sekretaris Jenderal PBNU, Helmy Faishal Zaini, juga memaparkan sejarah dan kontribusi Nahdlatul Ulama (NU) untuk Indonesia.

Sebagai contoh, resolusi jihad Fii Sabilillah menghadapi agresi militer Belanda pada 1945.

Ada pula pemberian gelar kepada Bung Karno Waliyul Amri Bi Dharuri As-syaukah, diambil dari Kitab Ahkam As-Sultoniyyah karangan Imam Mawardi untuk menghadapi gejolak DI/TII pimpinan Kartosoewirjo.

"Penting dicatat juga. Pada Muktamar Banjarmasin 1936. NU menawarkan konsep Darus Salam, artinya negeri keselamatan, negeri kedamaian. Konsep inilah yang disebut sekarang dengan sebutan nation state," jelas Hilmy.

Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto, juga menegaskan persatuan ketiga komponen utama penopang bangsa Indonesia merupakan sebuah keharusan.

Selain itu, Hasto menjelaskan desain koalisi ke depan.

Pertama, penataan sistem presidensial. Kedua, konsolidasi ideologi. Ketiga, berpijak pada sejarah dan keempat sepakat pada agenda strategis bangsa ke depan.
“Inilah yang akan kami tata. Inilah yang akan kami kawal. Seluruh elemen penopang bangsa harus bersatu-padu, saling menopang, dan bergotong royong," kata dia.

 

Copyright 2008 - 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme Jernih KOMPAS.com
Memuat pilihan harga...
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme Jernih KOMPAS.com