KOMPAS.com – Anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat ( MPR) RI Sodik Mujahid menilai, rekonsiliasi yang dilakukan oleh Presiden Joko Widodo dan Prabowo Subianto tidak menjadi masalah selama masih dalam bingkai Empat Pilar MPR.
Empat pilar yang dimaksud adalah Pancasila, Undang-undang Dasar Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhinneka Tunggal Ika. Menurutnya, nilai-nilai seperti itu perlu diajarkan kepada masyarakat.
“Selama dalam bingkai Empat Pilar MPR, rekonsiliasi tak masalah,” ujar Sodik dalam acara Diskusi Empat Pilar MPR di Media Center Komplek Gedung MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Senin (15/7/2019).
Anggota MPR dari Fraksi Partai Gerindra itu mengungkapkan, nilai-nilai dari Empat Pilar MPR harus dijadikan dasar demokrasi bangsa Indonesia. Terutama dalam hal check and balance.
Baca juga : Amien Rais Setuju Rekonsiliasi, tetapi Bukan dengan Bagi-bagi Kursi
“Kami akan mengkritik sekeras apapun namun tetap dalam bingkai Empat Pilar, bingkai konstitusi”, tuturnya.
Meski demikian, Partai Gerindra juga akan memuji dan mengapresiasi langkah pemerintah bila benar dalam menjalankan pembangunan. Menurutnya, Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto, lebih mengutamakan kepentingan bangsa.
Sementara itu, Anggota MPR dari Fraksi Nasdem Syarief Abdullah Alkadrie berpendapat, rekonsiliasi yang dilakukan pada Sabtu (13/7/2019) lalu itu membawa kesejukan pada bangsa. Dia pun turut mengapresiasi rekonsiliasi tersebut.
Baca juga : PDI-P: Pertemuan Jokowi-Prabowo Tepis Isu Rekonsiliasi Berbentuk Bagi-bagi Kursi
Syarief mengakui, Pemilu Presiden 2019 berbeda dengan pemilu-pemilu sebelumnya. Pada pemilu kali ini terdapat potensi yang mengancam persatuan dan kesatuan bangsa. Isu-isu strategis dikalahkan oleh isu-isu primordial.
“Bisa jadi hal itu untuk mengangkat emosional pendukung. Banyak informasi yang diplintir,” imbuhnya.
Untuk itu, dia berharap, rekonsiliasi yang dibangun bersifat makro untuk kepentingan bangsa. Untuk kepentingan besar yang perlu dipersamakan.
Syarief mengaku, di antara masyarakat masih ada ketidakdewasaan dalam berpolitik, ada yang belum mengakui kekalahan. Untuk menyikapi hal ini, ke depannya perlu dibangun rasa kebersamaan.
Baca juga : Rizieq Jadi Syarat Rekonsiliasi, Mahfud Bilang "Jangan Campur Aduk Hukum dan Politik"
Oleh karena itu, dia berharap, selepas Pemilu Presiden masyarakat kembali ke aktivitas semula sambil memupuk rasa kebangsaan.
“Dalam Pemilu Presiden pastinya ada pasangan calon. Bisa dua pasangan, tiga, bahkan empat,” ucap Syarief dalam keterangan pers yang diterima Kompas.com, Senin (15/7/2019).
Koalisi pendukung pasangan yang kemudian terbentuk, imbuh Syarief, harus sesuai dengan platform yang sama. Dia mencontohkan, partainya mendukung Joko Widodo selama dua kali Pemilu Presiden karena mempunyai persamaan visi dan misi.
“Jadi, koalisi dibangun tidak secara pragmatis. Bila pragmatis ini yang perlu dikritisi,” terangnya.
Bagi dia, tidak menjadi masalah bila ada partai yang memilih berada di luar koalisi pendukung pemerintahan. Sebab, menjadi oposisi merupakan salah satu bentuk kebersamaan.
Dengan adanya oposisi, menurut Syarief, membuat demokrasi menjadi sehat dan bagus karena ada pihak yang mengingatkan.