KOMPAS.com- Anggota Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia (RI) Ilham Permana, menyambut positif kenaikan Purchasing Managers’ Index (PMI) Manufaktur Indonesia pada Juli 2025 yang dirilis S&P Global Ratings (S&P)
Menurutnya, peningkatan angka PMI dari 46,9 di Juni menjadi 49,2 pada Juli merupakan sinyal awal pemulihan sektor industri yang patut diapresiasi, meskipun belum cukup untuk menyatakan bahwa sektor ini telah sepenuhnya bangkit.
“Kenaikan PMI merupakan kabar baik. Tapi kita tidak boleh terlena. Ini baru permulaan dari upaya panjang untuk mengembalikan industri manufaktur Indonesia ke jalur ekspansi yang berkelanjutan,” ujar Ilham seperti dalam siaran persnya, Senin (4/8/2025).
Ia menilai perbaikan tersebut mencerminkan membaiknya sentimen pelaku industri dalam beberapa minggu terakhir, terutama setelah adanya kepastian tarif dari Amerika Serikat (AS) serta kemajuan dalam perundingan dagang antara Indonesia dan Uni Eropa melalui Indonesia-European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement (IEU-CEPA).
“Kepiawaian diplomasi Presiden Prabowo Subianto dalam memperjuangkan tarif perdagangan yang lebih kompetitif adalah langkah strategis yang layak diapresiasi. Tapi itu baru bagian awal. Implementasi teknis dan keberlanjutan kebijakan harus menjadi perhatian utama ke depan,” tambahnya.
Baca juga: Minat Investor Tinggi, Harga Lahan Industri Jadi Rp 2,8 Juta Per M2
Ilham sepakat dengan Kementerian Perindustrian (Kemenperin) bahwa sektor manufaktur nasional saat ini tengah berada pada momentum penting.
“Saya mendukung sepenuhnya langkah Kemenperin dalam menjaga keseimbangan antara kepentingan perdagangan internasional dan keberpihakan terhadap industri dalam negeri," kata Ilham.
Menurutnya, meskipun ada perbaikan angka PMI, pelaku industri masih menghadapi tekanan nyata, seperti lemahnya permintaan ekspor, naiknya harga input akibat konflik geopolitik, serta kekhawatiran akan keberlanjutan kebijakan tingkat komponen dalam negeri (TKDN).
"Ke depan, tantangannya adalah memastikan kebijakan perlindungan tidak bersifat sektoral, tetapi menjangkau industri padat karya lain yang saat ini masih menunggu kepastian regulasi,” tegas legislator muda Partai Golkar itu.
Menurut Ilham, dari perspektif legislatif, peran Kemenperin harus ditingkatkan bukan hanya sebagai pengelola regulasi teknis industri, tetapi sebagai arsitek utama industrialisasi nasional.
Ia menilai, kerangka Strategi Baru Industrialisasi Nasional (SBIN) yang kini dijalankan Kemenperin bertujuan untuk menyukseskan Asta Cita Presiden Prabowo.
Baca juga: Aturan TKDN Diubah, Kemenperin: Bukan karena Kesepakatan Tarif Trump
Indonesia, kata dia, memiliki peluang besar untuk membangun basis industri yang tidak hanya tangguh secara ekonomi, tetapi juga berperan sebagai alat pertahanan non-militer negara.
Menurutnya, industri bukan lagi semata soal ekspor dan pertumbuhan ekonomi. Di tengah ketegangan geopolitik global, industri adalah komponen utama dari ketahanan nasional.
"Negara-negara besar sudah lama menempatkan sektor industri dalam konteks geopolitik dan daya tahan nasional. Indonesia harus bergerak ke arah itu,” ujar Ilham.
Ilham menyoroti mendorong penguatan sistem data industri nasional melalui platform 'Satu Peta Industri Nasional', yang mampu memetakan pasokan bahan baku, kapasitas produksi, dan distribusi antarsektor secara real-time.
“Kalau kita ingin industri lebih efisien, maka kita butuh data yang presisi. Ini peran Kemenperin untuk membangun 'Satu Peta Industri Nasional',” katanya.
Terkait isu fiskal, Ilham mendorong agar pemerintah mulai menerapkan skema insentif berbasis keterkaitan rantai nilai lokal.
Ia mengusulkan skema Industri-Linked Tax Credit, yakni insentif pajak penghasilan badan berdasarkan seberapa besar proporsi input lokal dalam produksi suatu perusahaan.
Baca juga: Ada Kesepakatan Tarif Impor, Kemenperin Pastikan Investasi Pabrik AirTag Apple Tetap Jalan
“Ini akan mendorong substitusi impor secara nyata. Dan saya minta Kemenperin diberi wewenang melakukan audit TKDN agar tidak hanya tergantung pada Direktorat Jenderal Pajak,” tegasnya.
Ia juga mendukung penuh langkah Kemenperin yang memperhatikan keberlanjutan kebijakan TKDN, khususnya pada sektor sensitif, seperti produk handphone, komputer genggam, dan tablet (HKT).
Menurutnya, kebijakan TKDN bukan sekadar target angka, tetapi strategi menciptakan demand domestik yang bisa mendorong masuknya investasi industri manufaktur baru ke dalam negeri.
Ilham menyampaikan bahwa sebagai anggota Komisi VII DPR RI, ia akan terus menjadi mitra strategis Kemenperin dalam mengawal arah industrialisasi Indonesia.
Ia menegaskan bahwa seluruh kebijakan dan langkah teknis Kemenperin hari ini harus diletakkan dalam konteks besar visi Asta Cita Presiden Prabowo, yakni membangun Indonesia yang mandiri, berdaya saing, dan mampu menjadi jangkar stabilitas kawasan melalui kekuatan industri nasional.
“PMI boleh naik. Tapi kerja kita belum selesai. Justru di sinilah letak tanggung jawab kita bersama, baik pemerintah, parlemen, dan pelaku industry, untuk memastikan kebangkitan ini tidak sesaat, tetapi struktural, menyeluruh, dan berkelanjutan,” ujar Ilham Permana.