KOMPAS.com - Ketua DPR RI Puan Maharani meminta pemerintah tidak boleh lepas tangan dan arus hadir secara aktif dalam mendampingi para pekerja yang terdampak pemutusan hubungan kerja (PHK) pada awal 2025.
“Negara harus hadir mendampingi rakyatnya yang tengah berjuang bertahan dari kerasnya hidup, termasuk mereka yang di-PHK,” ujarnya seperti yang dikutip dari laman dpr.go.id, Rabu (7/5/2025).
Pernyataan tersebut disampaikan Puan sebagai respons terhadap fenomena meningkatnya jumlah PHK di awal 2025.
Menyusul laporan dari Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli, Puan menyatakan, lonjakan angka PHK adalah tanda peringatan bahwa sistem ketenagakerjaan Indonesia belum cukup tangguh menghadapi perubahan ekonomi dan digitalisasi.
Baca juga: Gaji Ke-13 PNS Cair Juni, buat Kerek Pertumbuhan Ekonomi Kuartal II
Data Kementerian Ketenagakerjaan mencatat bahwa dalam kurun waktu Januari hingga 23 April 2025, sebanyak 24.036 orang mengalami PHK.
Angka tersebut sudah mencakup sepertiga dari total PHK sepanjang tahun 2024 yang mencapai 77.965 orang.
Provinsi dengan angka PHK tertinggi adalah Jawa Tengah, DKI Jakarta, dan Riau, dengan sektor industri pengolahan, perdagangan besar dan eceran, serta jasa sebagai penyumbang terbesar.
Puan juga menyoroti laporan Hiring, Compensation and Benefits Report 2025 dari Jobstreet, yang menunjukkan bahwa 42 persen perusahaan mengurangi jumlah pegawai, dengan pegawai tetap dan staf administrasi sebagai kelompok paling terdampak.
Baca juga: Jelang PSU, Bawaslu Palopo Temukan Pelanggaran Administrasi Pajak Calon Wali Kota
Menurutnya, fenomena tersebut menegaskan pentingnya pendampingan transisi tenaga kerja, khususnya bagi mereka yang berpindah dari sektor formal ke informal, dari pekerja ke pelaku usaha.
“Jangan biarkan pekerja yang di-PHK berjuang sendirian. Negara harus mendampingi proses transisi ini dengan pendekatan yang nyata dan terukur,” tegas Puan.
Puan juga mengingatkan bahwa pendekatan bantuan sosial semata tidak cukup.
Ia mengusulkan pembangunan ekosistem kewirausahaan yang komprehensif, meliputi pendampingan, akses pembiayaan, pelatihan lanjutan, digitalisasi, serta integrasi dengan pasar.
Baca juga: Wacana E-voting untuk Pemilu di Indonesia: Antara Digitalisasi dan Infrastruktur yang Tak Merata
“Program pemberdayaan wirausaha rakyat tidak boleh berhenti pada pelatihan dasar atau bantuan modal kecil yang stagnan,” imbuh Puan.
“Jangan sampai rakyat didorong menjadi wirausaha, tapi hanya menghasilkan usaha-usaha subsisten dengan pendapatan rendah. Itu bukan pemberdayaan, tapi pengalihan tanggung jawab struktural,” lanjutnya.
Mantan Menko PMK itu menyatakan, situasi saat ini seharusnya menjadi momentum untuk mendorong model ekonomi kerakyatan yang berdaya saing global.
Ia menekankan, penanganan PHK harus dilihat sebagai peluang untuk mendorong ekonomi rakyat yang lebih kuat dan bermartabat.
Baca juga: Kopdes Merah Putih Disebut Penyebab IHSG Anjlok, Menkop: Saya Perhatikan Ekonomi Rakyat
“Kita harus pastikan bahwa PHK bukan akhir, melainkan awal dari fase baru ekonomi rakyat. Ini hanya bisa dicapai jika negara tidak lepas tangan,” pungkas cucu Proklamator RI itu.