KOMPAS.com – Anggota Tim Pengawas (Timwas) Haji Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia (RI) Luluk Nur Hamida mengkritik Kementerian Agama (Kemenag) yang mengalihkan kuota tambahan haji reguler untuk haji plus.
"(Tindakan Kemenag) melanggar undang-undang dan kesepakatan yang ada, serta tidak pernah dikonsultasikan dengan DPR. Tidak ada mekanisme cek undang-undang atau aturan bahkan kesepakatan dan hasil konsultasi dengan DPR," ujar Luluk di Mekkah, Arab Saudi, Selasa (18/06/2024).
Luluk juga menilai, kebijakan tersebut menimbulkan pertanyaan tentang siapa yang diuntungkan serta adanya potensi anggaran yang melanggar undang-undang sehingga dapat memunculkan penyelidikan dari institusi lain.
Ia mengaku terkejut karena hal itu melebihi kesepakatan antara Kemenag dan Komisi VIII DPR. Sebab, berdasarkan aturan yang berlaku, kuota haji plus atau furoda tidak boleh lebih dari 8 persen dari kuota tambahan sebanyak 20.000 orang.
"Faktanya, hampir 50 persen dari 20.000 itu dialihkan untuk memenuhi kebutuhan kuota haji plus atau furoda," ujar Luluk dalam keterangan tertulisnya, Kamis (20/6/2024).
Lebih lanjut, Luluk juga menyoroti, penambahan kuota seharusnya dapat mengurangi beban antrean haji reguler yang sangat panjang.
Namun, sebutnya, pengalihan tersebut justru memperpanjang masa tunggu bagi jemaah yang sudah lanjut usia (lansia). Banyak jemaah haji reguler dari luar Pulau Jawa yang harus menunggu 38 hingga 48 tahun untuk bisa berangkat haji.
"Tambahan kuota yang harusnya bisa mengurangi beban dan memperpendek jarak, khususnya bagi jemaah senior atau lansia, malah tidak digunakan dengan sebaik-baiknya," tutur Luluk.
Baca juga: Tagline “Haji Ramah Lansia” Dinilai Belum Sesuai, Gus Muhaimin: Perlu Benar-benar Diterapkan