KOMPAS.com – Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia (RI) Puan Maharani mendorong adanya regenerasi dalam kalangan pembatik untuk memastikan kelestarian budaya Indonesia pada era sekarang.
Dengan adanya regenerasi tersebut, menurutnya, kekayaan budaya Indonesia terutama batik tidak akan terkikis oleh perubahan zaman.
“Perlu diperhatikan regenerasi dari para pengrajin batik agar karya budaya ini dapat terus dilestarikan,” tutur Puan dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Senin (5/2/2024).
Pernyataan tersebut disampaikan Puan saat bersama sejumlah anggota DPR meninjau Rumah Batik Hadi Priyanto di Banyumas, Jawa Tengah (Jateng), Jumat (1/2/2024).
Baca juga: Batik Bojonegoro, dari Motif hingga Makna
Rumah Batik Hadi Priyanto memiliki sejarah panjang dalam dunia batik karena telah berdiri sejak tahun 1957. Di galeri batik Banyumasan ini, Puan turut meninjau proses pembatikan yang dilakukan oleh para pengrajin di galeri batik tersebut.
“Batik adalah ikon Indonesia, sudah menjadi warisan budaya tak benda United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO),” kata Puan.
Rumah Batik Hadi Priyanto saat ini dikelola oleh keturunan ketiga dan memiliki 30 pegawai.
Puan memberikan apresiasi terhadap Rumah Batik Hadi Priyanto yang memiliki mesin pintal untuk membuat bahan kain batik dengan menggunakan 3.600 benang.
Baca juga: Disangka Kain Batik, Ular Sanca Muncul Kejutkan Warga Tambun Bekasi
“Keunikan batik tiap daerah perlu diangkat reputasinya secara setara, agar semuanya bisa berbarengan terkenalnya,” ucap mantan Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) itu.
Selain menggunakan teknik canting, proses pembuatan batik Hadi Priyanto juga melibatkan pencetakan dan penggambaran motif.
Batik Banyumasan yang ditampilkan di galeri tersebut memiliki ciri khas warna cerah dan membutuhkan waktu sekitar dua minggu untuk menyelesaikan setiap helai kainnya.
Baca juga: Mengenal Batik Sogan, dari Asal Nama hingga Perbedaan Gaya Solo dan Yogyakarta
Setelah mengunjungi galeri batik, Puan melanjutkan perjalanannya dengan makan siang di Rumah Makan (RM) Simpang Tiga, Banyumas. Menu-menu khas yang disajikan di rumah makan ini berasal langsung dari Sungai Serayu, seperti udang watang, ikan baceman, dan ikan boso.
RM Simpang Tiga telah berdiri sejak tahun 1968 dan saat ini dikelola oleh Ibu Hari, yang meneruskan usaha dari orangtuanya sejak tahun 1996.
Ketika berada di rumah makan tersebut, Puan memilih untuk menikmati udang watang, tempe mendoan, dan sayur daun singkong.
RM Simpang Tiga Banyumas juga dikenal dengan hidangan khasnya, seperti rica-rica entok dan ayam kampung goreng.
Baca juga: Mencicipi Kuliner Favorit Jokowi di Solo, Ada Gudeg dan Ayam Kampung Goreng
Usai makan siang, Puan melanjutkan kunjungannya ke kampung durian di Kabuapten Banyumas yang terletak di Kecamatan Kemranjen. Kawasan ini dikenal sebagai salah satu pusat durian terbaik di Indonesia.
Durian unggulan dari wilayah tersebut adalah jenis lokal yang disebut Kromo Banyumas atau lebih dikenal sebagai durian bawor. Durian bawor menjadi ikon dengan bobot rata-rata 3-5 kilogram (kg) per buah, bahkan ada yang mencapai 7-8 kg.
Setiap pekarangan rumah warga di kawasan Kemranjen umumnya memiliki pohon durian yang tinggi. Puan berkunjung ke salah satu kebun durian milik warga yang luasnya sekitar 2.100 meter persegi (m2).
Baca juga: Menilik Kebun Durian Pertama di Pesisir Demak, Buah Terbesar Capai 6,5 Kg
Selama di kebun durian, Puan melihat proses pembibitan dan penyetekan. Dia berkeliling kebun untuk melihat pohon-pohon durian yang sudah berbuah, baik yang masih kecil maupun yang buahnya sudah besar di pohon.
Puan juga mencicipi tiga jenis durian yang tumbuh di kebun tersebut, yaitu durian bawor, durian black thorn, dan durian musangking. Ia menikmati durian bersama warga setempat yang senang dengan kehadiran cucu Bung Karno tersebut.
Menurut pencinta durian, durian lokal Banyumas ini lebih unggul daripada durian monthong asal Thailand.
Baca juga: Hasil Lengkap Thailand Masters 2024: Fikri/Bagas-Ana/Tiwi Gugur, Indonesia Tanpa Gelar
Durian bawor memiliki daging berwarna kuning kemerahan dengan rasa manis, legit, dan sedikit pahit yang menyelip di lidah. Tekstur durian bawor juga terasa creamy.
“Hasil kekayaan alam kita (Indonesia) apabila dibudidayakan dengan baik, tidak kalah dengan durian-durian dari luar negeri,” tutur Puan.