KOMPAS.com - Wakil Ketua Komisi VIII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia (RI) Diah Pitaloka mengatakan, pihaknya telah mengklarifikasi terkait situasi tenda- tenda jemaah haji Indonesia yang overcapacity atau melebihi kapasitas kepada Kementerian Agama (Kemenag).
Menurut Diah Pitaloka, tenda yang melebihi kapasitas tersebut terjadi karena tambahan kuota haji sebanyak 8.000 orang yang diberikan Pemerintah Arab Saudi ke Indonesia tidak dibarengi dengan penambahan maktab (kantor untuk mengurus penyiapan layanan jemaah haji).
“Penambahan maktab itu artinya, ruang untuk jemaah tinggal di tenda-tenda. Karena sistem zonasi ditenda Mina itu sudah tetap, jadi tidak mungkin misalnya jemaah Pakistan itu berkurang tempatnya, kita ambil untuk tambahan kuota kita, itu tidak mungkin," kata Diah dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Jumat (30/6/2023).
"Dengan adanya penambahan kuota haji sebanyak 8.000 orang yang distribusinya itu masih mengacu pada kloter daerah masing-masing, dan tidak daerah yang mendapatkan tambahan tenda,” ujar Diah saat melakukan pertemuan dengan Direktorat Jenderal (Dirjen) Penyelenggaraan Haji dan Umroh (PHU) Kemenag RI di Maktab Misi Haji Indonesia di Mina, Mekkah, Arab Saudi, Kamis (29/6/2023).
Baca juga: Anggota Komisi VIII DPR Dapati Tenda Jemaah Haji Indonesia di Mina Melebihi Kapasitas
Karena tidak ada penambahan jumlah tenda, kata Diah Pitaloka, tenda yang disediakan untuk jemaah haji Indonesia melebihi kapasitas. Akibatnya, banyak jemaah haji yang tidur di luar tenda.
“Nah, ini yang menjadi problem. Kita tentu berharap untuk ke depan karena jemaah haji Indonesia bayar masyair (biaya fasilitas haji). Mereka memperolah semua fasilitas ini selama di Arafah, Muzdalifah, dan Mina (Armuzna)," ujar Diah Pitaloka.
Selain tenda yang melebihi kapasitas, legislator dari Daerah Pemilihan (Dapil) Jawa Barat (Jabar) III ini menambahkan, fasilitas yang tersedia juga tidak sepenuhnya berfungsi dengan baik.
Hal itu terjadi karena fasilitas tersebut jarang digunakan selama pandemi Covid-19 yang berlangsung dua tahun. Akibatnya, ada tenda yang saluran airnya bocor. Beberapa tenda juga ada yang salurannya airnya kecil sehingga mengalami kekurangan air.
“Nah, ini yang menurut saya nanti semua fasilitas di Armuzna harus dibicarakan secara lebih detail dengan syarikah (kerja sama antara dua orang atau lebih) yang menangani persoalan masyair di Armuzna. Ini memang persoalan teknis, tetapi konsekuensinya bagi jemaah haji Indonesia tentu menjadi sangat besar," kata Diah Pitaloka.
Tidak hanya itu, Diah juga meminta Kemenag melakukan komunikasi dan diplomasi secara detail terkait perjanjian hukum dengan pengelola masyair. Hasil komunikasi ini harus dituangkan dalam bentuk legal drafting sehingga mempunyai landasan hukum.
“Sehingga, apabila terjadi hal-hal seperti ini, kita bisa menuntut ganti rugi kepada pengelola maktab yang hari ini masih sangat lemah bagi kita untuk memperoleh penggantian. Namun, kita mengharapkan sebaiknya tidak ada penggantian, tetapi sesuai dengan perjanjian," kata dia.
"Makanya, nanti untuk tambahan kuota di depan, itu harus kita cermati apakah pemerintah (Arab) Saudi menambahkan kuota dengan fasilitas maktab atau tidak,” imbuh Diah.