KOMPAS.com - Anggota Badan Legislasi (Baleg) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia (RI), Sturman Panjaitan memastikan bahwa pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pelindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT) mengedepankan nilai-nilai budaya.
Sturman Panjaitan mengatakan, kepastian itu terjadi setelah dirinya bertemu dengan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), I Gusti Ayu Bintang Darmawati pada beberapa waktu yang lalu
"Pada kesempatan itu kami saling memberi masukan terkait pengaturan yang akan dinormakan dalam RUU ini,” ujar Sturman dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Kamis (4/5/2023).
Diskusi dengan Menteri PPPA diperlukan agar UU PPRT dapat betul-betul dirasakan dampaknya oleh masyarakat secara umum tanpa ada yang merasa dirugikan, baik penyedia lapangan kerja, pemberi kerja, dan pekerja rumah tangga.
"Serta (diharapkan UU PPRT) menjunjung tinggi nilai-nilai budaya, serta adat istiadat di masyarakat,” ucapnya.
Baca juga: PRT Kebingungan, Pemda Tak Punya Data, UU PPRT Jadi Solusinya…
Lebih lanjut, Sturman jmenegaskan komitmennya untuk mengawal pembahasan RUU PPRT dengan penuh prinsip kehati-hatian.
"Ini sesuai dengan arahan Ketua DPR RI Puan Maharani kepada anggota fraksi di DPR RI.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy mengatakan, RUU PPRT bertujuan menghapuskan diskriminasi terhadap pekerja rumah tangga, baik secara sosial, maupun ekonomi.
Selain itu, Muhadjir Effendy menambahkan RUU PPRT juga mendorong pemenuhan hak dan kewajiban yang diberikan kepada PRT dan pemberi kerja.
Dia menyebutkan adanya lima hal yang harus menjadi perhatian bersama dalam penyusunan RUU PPRT.
Lima hal tersebut, yaitu bias (gender, kelas sosial, feodalisme, dan ras), diskriminasi terkait tidak adanya pengakuan identitas sebagai pekerja untuk mengakses pekerjaan yang layak, identitas, jaminan dan kepastian hukum terhadap hak dan kewajiban, serta terbatasnya akses informasi, pendidikan, dan ekonomi.