KOMPAS.com – Anggota Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia (RI) Dave Akbarshah Fikarno mengatakan, terdapat banyak kejanggalan di dalam pasal-pasal Undang-undang (UU) Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Dia menyebutkan, Komisi I DPR RI saat ini tengah membentuk tim panitia kerja yang khusus menangani revisi UU ITE.
Sebab, pemerintah telah mengajukan Rancangan Undang-undang (RUU) tentang Perubahan Kedua UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE.
Pembahasan RUU ITE dalam rapat kerja Komisi I DPR RI dengan pemerintah memunculkan beberapa poin, yakni UU ITE menjadi pasal karet serta mengganggu kebebasan berekspresi, kebebasan demokrasi, dan perbedaan pandangan pendapat.
Dave mengatakan, keberadaan pasal-pasal UU ITE yang ada saat ini membuat masyarakat, bahkan media takut untuk mengungkapkan pendapatnya karena bisa dilaporkan.
Baca juga: Komisi I Bakal Bahas Revisi UU ITE usai Masa Reses DPR
“Nah itulah yang kita perbaiki agar kebebasan berekspresi itu jangan sampai terbelenggu,” ujarnya dalam siaran pers, Rabu (22/2/2023).
Selain itu, kejanggalan UU ITE juga berdampak pada timbulnya keresahan masyarakat meski telah diatur dalam UU Kitab Hukum Undang-undang Pidana (KUHP) yang baru saja disahkan.
Oleh karenanya, kata Dave, kejanggalan pada UU ITE yang saat ini dilakukan revisi perlu diselaraskan dengan UU KUHP.
“Akan tetapi, karena UU ITE sudah diajukan (untuk direvisi). Jadi, harus bisa diselesaikan. Yang penting selaras aja dengan dengan KUHP,” ungkapnya politisi Fraksi Partai Golkar itu.
Untuk diketahui, Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G Plate menyatakan, sesuai Pasal 622 Ayat 1 huruf r dalam UU KUHP, terdapat ketentuan dalam UU ITE yang dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Baca juga: Pemerintah Usul 7 Perubahan Materi UU ITE, Apa Saja?
Ketentuan tersebut, antara lain ketentuan Pasal 27 ayat 1 mengenai kesusilaan dan ayat 3 mengenai penghinaan dan pencemaran nama baik, ketentuan pasal 28 ayat 2 mengenai ujaran kebencian berdasarkan suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA), dan ketentuan pasal 30 mengenai akses ilegal.
Selain itu, ada pula ketentuan Pasal 31 mengenai intersepsi atau penyadapan, ketentuan pasal 36 mengenai pemberatan hukuman karena mengakibatkan kerugian terhadap orang lain, ketentuan Pasal 45 ayat 1 ancaman pidana terhadap pelanggaran Pasal 27 ayat 1 terkait kesusilaan, dan ayat 3 mengenai ancaman pidana terhadap pelanggaran Pasal 27 ayat 3 terkait penghinaan dan pencemaran nama baik.
Ketentuan dalam UU ITE yang dicabut atau tidak berlaku lainnya adalah ketentuan Pasal 45 ayat 2 mengenai ancaman pidana terhadap pelanggaran Pasal 28 ayat 2 ujaran kebencian berdasarkan SARA.
Kemudian, ketentuan Pasal 46 mengenai ancaman pidana terhadap pelanggaran Pasal 30 terkait akses ilegal, ketentuan Pasal 47 mengenai ancaman pidana terhadap pelanggaran Pasal 31 terkait intersepsi atau penyadapan, dan ketentuan Pasal 51 ayat 2 mengenai ancaman pidana terhadap pelanggaran Pasal 36 terkait pemberatan hukuman karena mengakibatkan kerugian terhadap orang lain.
Baca juga: Menkominfo Upayakan Restorative Justice Masuk dalam Materi Revisi UU ITE