KOMPAS.com – Anggota Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia (RI) Mukhamad Misbakhun mengkritisi adanya penggunaan istilah cadangan Pemulihan Ekonomi Nasional ( PEN) dan Saldo Anggaran Lebih (SAL) pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara ( APBN) 2021.
“Bagian yang saya permasalahkan adalah penggunaan istilah cadangan PEN dan SAL pada APBN 2021 yang digunakan untuk Penyertaan Modal Negara (PMN) pada beberapa Badan Usaha Milik Negara (BUMN),” kata dia dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Rabu (10/11/2021).
Menurutnya, istilah cadangan PEN tidak dikenal dalam nomenklatur APBN di Indonesia.
Sebab, program PEN sendiri merupakan program yang ada di dalam struktur belanja APBN dan untuk penamaannya dikenal dengan program PEN.
Baca juga: Sampai 15 Oktober, Program PEN Terealisasi 57,5 Persen
Adapun program PEN tersebut meliputi bidang kesehatan, perlindungan sosial, sektoral kementerian atau lembaga dan pemerintah daerah (pemda), usaha mikro kecil dan menengah (UMKM), pembiayaan korporasi atau BUMN, serta insentif perpajakan dunia usaha.
“Jadi sudah jelas bahwa PEN adalah bagian dan masuk dalam struktur belanja APBN,” ucap Misbakhun.
Oleh karena itu, sebut dia, apabila anggaran tidak digunakan atau dibelanjakan pada tahun berjalan maka mata anggaran di program PEN akan menjadi bagian Sisa Anggaran Lebih (SAL).
Artinya, periodisasi anggaran pada tahun tersebut sudah habis karena cut off per 31 Desember.
Baca juga: Periodisasi: Pengertian, Tujuan Penyusunan, Konsep, dan Contohnya
Lebih lanjut Misbakhun mengatakan, APBN tidak boleh direncanakan dengan asumsi di awal akan ada SAL.
Sebab, APBN disusun dengan asumsi awal penerimaan dan belanja tercapai atau terserap 100 persen. Hal ini didasarkan menurut Undang-undang (UU) Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
Kendati demikian, Misbakhun menilai bahwa awal penerimaan dan belanja sangat mustahil untuk mencapai 100 persen.
“Untuk itu, ketika belanja APBN tidak terserap 100 persen, maka ada SAL dan itu menjadi kewenangan penuh Menteri Keuangan (Menkeu) sebagai Bendahara Umum Negara (BUN),” ujarnya.
Baca juga: Menkeu Sebut Literasi Keuangan Penting untuk Tangani Kerentanan Perempuan
Misbakhun menjelaskan, pihaknya selama ini telah menyetujui PMN dengan mekanisme pada saat pembahasan APBN.
Akan tetapi, tidak pernah membahas penyertaan modal negara yang akan dipergunakan SAL untuk BUMN.
“Walaupun dalam UU Nomor 9 Tahun 2020 tentang APBN 2021 diberi kewenangan Bendahara Umum Negara untuk menggunakan SAL, tetapi mekanisme penggunaannya untuk PMN belum pernah dibicarakan terlebih dulu dengan DPR,” ucap Misbakhun.
Terlebih, kata dia, belum ada aturan mekanisme bagaimana penggunaan SAL APBN 2021 untuk PMN ke BUMN.
Baca juga: Tak Lagi Ditanggung APBN, Gaji ASN Baru di Jember Dianggarkan Lewat APBD 2022
Sementara itu, APBN 2021 sendiri masih berjalan sampai Jumat (31/12/2021) dan baru akan tutup buku.
"Bagaimanan nantinya anggaran belanja di APBN 2021 terserap pada titik optimal dan jumlah SAL tidak mencukupi untuk PMN ke BUMN seperti yang direncanakan, atau apabila kemudian ada keputusan politik yang drastis bahwa untuk memperkecil defisit maka digunakan mekanisme zero SAL,” ujar Misbakhun.