KOMPAS.com - Anggota Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia (RI) Puteri Anetta Komarudin mengatakan, pihaknya berupaya mendorong investasi penyertaan modal negara (PMN) dapat berkontribusi positif bagi negara dan kesejahteraan masyarakat.
“Kami berharap, manfaat beserta nilai tambah yang nyata atas leverage PMN dapat dirasakan oleh masyarakat. Utamanya, dalam mendorong percepatan pemulihan ekonomi akibat pandemi Covid-19,” ujarnya, Kamis, (18/2/2021).
Oleh karena itu, lanjut dia, untuk memastikan investasi PMN sesuai dengan tujuan yang direncanakan, maka aspek monitoring dan evaluasi harus diperhatikan dengan baik.
Baca juga: Hutama Karya Minta Tambahan PMN Rp 19 Triliun di 2021
Puteri menyatakan, selama periode 2010-2019, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat total nilai investasi permanen mencapai Rp 2.397,25 triliun.
Adapun badan usaha milik negara (BUMN) menerima PMN paling besar dengan total mencapai Rp 2.347,04 triliun. Nilai investasi tersebut tidak hanya berasal dari PMN, melainkan juga dari akumulasi laba dan revaluasi.
“Sepanjang periode tersebut, BUMN telah berkontribusi terhadap setoran pajak sebesar Rp 1.518,7 triliun dan setoran dividen mencapai Rp 377,8 triliun,” ujarnya seperti dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Jumat (19/2/2021).
Dalam kesempatan tersebut, Puteri mengatakan, pemberian PMN harus dilandasi dengan kajian yang komprehensif.
“Begitu pula, penilaian terhadap usulan dan rencana penggunaan PMN perlu didasari kriteria yang jelas, terukur, dan kredibel,” ucapnya.
Tak hanya itu, sambung Puteri, evaluasi atas kinerja dan rekam jejak dari entitas calon penerima investasi PMN juga wajib diperhatikan.
Menurutnya, akan lebih baik apabila pemerintah dapat mengembangkan peta jalan atas prioritas penggunaan dana PMN dalam jangka panjang.
Baca juga: Dapat PMN Rp 5 Triliun, Ini yang Akan Dilakukan PLN Tahun Depan
“Melalui peta jalan tersebut, maka dapat menjadi acuan bagi calon entitas penerima PMN,” tegas politisi Fraksi Partai Golongan Karya (F-PG) itu.
Puteri mengaku, bukan hal mudah dalam mengatur investasi negara. Apalagi, pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Indonesia (APBN) Tahun Anggaran (TA) 2021, total pembiayaan investasi pemerintah tercatat sebesar Rp 184,46 triliun.
“Khusus pembiayaan investasi melalui instrumen PMN tunai, pemerintah menganggarkan sebesar Rp 42,38 triliun,” imbuhnya.
Akan tetapi, kata dia, jumlah ini diperkirakan bertambah seiring rencana pemerintah untuk menggunakan alokasi cadangan investasi.
Adapun dana tersebut sebagai suntikan PMN kepada Lembaga Pengelola Investasi (LPI) sebesar Rp 15 triliun dan tambahan bagi PT Hutama Karya sebesar Rp 18 triliun.
Selain pemberian PMN yang komprehensif Puteri menjelaskan, kebijakan pembiayaan investasi pemerintah harus diprioritaskan.
“Saya mengimbau pemerintah untuk mengoptimalkan peran pembiayaan investasi pada APBN Tahun 2021. Hal ini, guna menciptakan manfaat dan nilai tambah bagi masyarakat,” jelasnya.
Sebagai informasi, pembiayaan investasi pemerintah merupakan penempatan dana dan atau barang oleh pemerintah dalam jangka panjang.
Adapun hasilnya diharapkan dapat memberikan nilai tambah di masa yang akan datang. Baik dalam bentuk pengembalian nilai pokok, maupun efek berganda terhadap perekonomian, dan sosial.
Baca juga: Ini Saran Pengusaha agar Pemerintah Bisa Genjot Investasi
Menurut Puteri, memprioritaskan pembiayaan investasi juga dapat mengatasi pelebaran defisit anggaran di tengah kondisi penerimaan negara yang masih tertekan,
Pengoptimalan tersebut bisa dilakukan dengan meningkatkan daya saing sumber daya manusia (sdm), percepatan pembangunan infrastruktur, peningkatan ekspor, hingga penguatan akses pembiayaan bagi ultra mikro.
“Untuk itu, ketika alokasi investasi sudah dianggarkan, maka harus dipastikan dapat terserap secara maksimal sesuai peruntukannya,” ujar Puteri.
Pasalnya, lanjut dia, realisasi atas serapan anggaran pembiayaan investasi pada APBN 2020 masih di bawah target.
Baca juga: Meski Banjir Investasi, Bali Harus Pertahankan Tradisi
Menurut Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 72 Tahun 2020, pemerintah hanya meraih persentase 40,7 persen dari pagu sebesar Rp 257,1 triliun.
“Alokasi investasi tersebut, di antaranya mencakup PMN kepada BUMN, badan layanan umum (BLU), serta lembaga, dan badan lainnya,” jelas Puteri.