KOMPAS.com – Anggota Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia (RI) Sukamta menilai, strategi pemerintah dalam menangani kelompok kriminal separatis bersenjata (KKSB) di Papua belum tepat. Pasalnya, masih banyak prajurit Tentara Nasional Indonesia ( TNI) berguguran.
“Sepertinya perlu diselesaikan dengan cara operasi terpadu yang melibatkan kekuatan pasukan khusus TNI dan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri),” kata Sukamta dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Jumat (19/2/2021).
Di sisi lain, Wakil Ketua Fraksi Partai Kesejahteraan Sosial (PKS) tersebut menyayangkan sikap pemerintah yang belum dapat meredam gejolak KKSB di Papua.
Baca juga: Natalius Pigai Nilai Otsus Papua Gagal Menyejahterakan, Ini Alasannya
Padahal, kata dia, Indonesia pernah menangani konflik horizontal yang sama, seperti Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dan ancaman kelompok teroris Santoso di Poso.
“Pemerintah tidak boleh lemah dalam menangani kelompok KKSB yang mengakibatkan instabilitas keamanan di Papua,” tegasnya.
Sebagai informasi, terhitung sejak Januari 2021, sudah ada empat anggota TNI dari Batalyon Infanteri (Yonif) Raider/Banteng telah gugur.
Gugurnya empat anggota TNI tersebut, kata Sukamta, merupakan sebuah kehilangan besar. Sebab, satu nyawa anak bangsa sangat mahal harganya.
“Untuk itu, pemerintah perlu segera mengevaluasi langkah-langkah penyelesaian masalah di Papua agar tidak memakan korban jiwa,” ujarnya.
Pernyataan Sukamta itu disampaikan menyusul insiden tewasnya anggota TNI Prajurit Dua (Prada) Ginanjar Arianda saat kontak senjata antara TNI dan KKSB di Distrik Sugapa, Kabupaten Intan Jaya, Senin (15/2/2021).
Ke depannya, Sukamta berharap, pemerintah bisa mengatasi masalah ketidakadilan, diskriminasi, dan ketertinggalan yang masih terjadi di Papua.
“Tanpa menciptakan keadilan dan kesejahteraan sosial, potensi gejolak konflik di Papua akan terus terjadi,” katanya.
Baca juga: Baintelkam Polri Temukan Dugaan Penyelewengan Dana Otsus Papua Lebih dari Rp 1,8 Triliun