KOMPAS.com – Anggota Komisi V Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia (RI) daerah pemilihan (dapil) Papua Willem Wandik mengatakan, pembahasan Rancangan Undang-undang (RUU) Otonomi Khusus (Otsus) Papua dimaknai sebagai solusi ketatanegaraan dan kedaulatan Indonesia.
“Maka dari itu, dalam perancangan Otsus ini tidak bisa secara parsial (berat sebelah),” ujarnya, seperti dalam keterangan yang Kompas.com terima, Kamis (11/2/2021).
Pernyataan tersebut ia sampaikan dalam interupsinya pada Rapat Paripurna DPR RI di Senayan, Jakarta, Rabu (10/2/2021).
Willem berharap, rencana pembahasan revisi Undang-undang ( UU) Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otsus Papua agar lebih diperhatikan secara komprehensif.
“Meskipun saat ini pembentukan panitia khusus (Pansus) otsus masih dalam inisiatif pemerintah. Saya kira kami memiliki cukup waktu selama tiga tahun ke depan untuk merampungkan RUU,” imbuhnya.
Willem menilai, dalam perjalanannya selama 21 tahun, ia memandang Otsus Papua seakan tidak memiliki roh, nyawa, dan marwah.
Padahal, lanjut Willem, UU Otsus Papua bukan semata-mata pemberian pemerintah, tetap juga sebagai semangat dan perjuangan berat rakyat Papua.
“Otsus Papua dihadirkan sebagai jalan tengah terkait persoalan yang ada di Papua,” ucap Willem yang juga politisi dari fraksi Partai Demokrat.
Ia menjelaskan, Papua bersama Negara Kesatuan Republik Indonesia ( NKRI) ada karena peristiwa dan sejarah yang saling berkaitan.
“Kami punya sebab akibat yang memiliki dampak jangka panjang. Mulai dari mewarisi peristiwa demi peristiwa, kekerasan terhadap kehidupan warga sipil, hingga konflik bersenjata yang masih terus berlanjut di Papua,” ungkapnya.
Sebelumnya, anggota DPR RI John Siffy Mirin mengatakan, penyelesaian konflik di Papua bukan dengan kebijakan pemekaran Provinsi Papua.
Hal itu ia sampaikan menanggapi wacana pemekaran Papua atau mempercepat pembangunan di Papua dalam revisi UU Otsus Nomor 21 Tahun 2001.
“Saya sampaikan kepada pimpinan agar mengubah UU Otsus 21 Tahun 2001. Menurut saya, UU tersebut dibuat sepihak dan mengabaikan Otsus Papua pasal 77,” ujar John.
Pasalnya, lanjut dia, mengubah konten maupun isi merupakan tindakan tidak bijaksana dan diskriminatif.
Oleh karenanya, John meminta dalam amandemen UU Otsus ini harus dikembalikan sesuai dengan Otsus Papua pasal 77.
Untuk diketahui, pasal 77 UU Otsus Papua menyatakan bahwa usul perubahan atas UU dapat diajukan oleh rakyat Provinsi Papua.
Adapun perubahan UU bisa dilakukan melalui Majelis Rakyat Papua (MRP) dan Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP) kepada DPR atau pemerintah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
John mengaku telah menerima aspirasi dari rakyat Papua. Aspirasi tersebut berasal dari 102 organisasi yang menyatakan menolak revisi Otsus Papua.
“Tak hanya itu, sebanyak 651.000 orang juga telah menandatangani petisi penolakan pembahasan revisi otsus papua,” jelas legislator dapil Papua tersebut.
Maka dari itu, John meminta agar negara dapat lebih bijak dan adil terhadap aspirasi rakyat Papua.