KOMPAS.com – Anggota Komisi IX DPR RI Netty Prasetiyani, desak pemerintah melindungi Anak Buah Kapal (ABK) yang berada di luar negeri. Pasalnya, hingga saat ini belum ada perlindungan hukum bagi mereka.
Aturan yang masih digunakan adalah Undang-Undang ( UU) Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, dan UU Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran.
Kemudian ada juga UU Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia, dan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 35 Tahun 2015 tentang Sistem dan Sertifikasi Hak Asasi Manusia Pada Usaha Perikanan.
“Sejauh ini regulasi hanya membahas perlindungan ABK di dalam negeri dan bersifat parsial. Padahal kasus pelanggaran HAM juga banyak terjadi di luar negeri. Saya minta pemerintah buat aturan hukum yang komprehensif,” kata Netty, seperti dalam keterangan tertulisnya.
Salah satu kasus pelanggaran HAM di luar negeri yang dirujuk Netty adalah pelarungan jasad ABK Indonesia di kapal ikan China.
Menurut Netty, peristiwa tersebut sangat memilukan. Ia pun meminta pemerintah bergerak cepat dan tegas mengusut kasusnya.
“Beredar di berita, keluarga tidak tahu mayat korban akan dilarung. Ini tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Seharusnya proses pelarungan didokumentasikan secara detail, baik dengan video maupun foto,” kata Netty.
Lebih lanjut Netty mengatakan, praktik pelarungan diatur dalam Pasal 30 Seafarer’s Service Regulations International Labour Organization (ILO).
Baca juga: Menteri Edhy Bilang Pelarungan Jenazah ABK ke Laut Dimungkinkan, Asal...
Peraturan tersebut menyatakan, jika ada pelaut yang meninggal saat berlayar, maka kapten kapal harus segera melapor ke pemilik kapal dan keluarga korban.
Teknis dan proses pelarungan juga harus memenuhi berbagai syarat dan diawasi.
Kemudian, Netty juga menyoroti dugaan eksploitasi di dunia ABK terutama kapal asing.
“ABK yang selamat mengaku dipaksa berdiri dan bekerja selama 18 jam. Bahkan ada yang sampai 30 jam,” kata Netty.
Baca juga: Polri Periksa 14 ABK WNI Kapal Long Xin Terkait Pelarungan 3 Jenazah
Netty pun kembali meminta pemerintah untuk segera merespons dan membentuk tim pengusut kasus.
“Jangan sampai hal ini mencoreng marwah bangsa sebagai bangsa maritim yang unggul. Jangan sampai ada lagi eksploitasi atas nama apa pun di belahan dunia mana pun,” kata Netty.