KOMPAS.com – Anggota Komisi III DPR RI Arsul Sani, mengingatkan Kepolisian Negara Republik Indonesia ( Polri) untuk tidak menimbulkan ketegangan sosial baru di tengah masyarakat.
“Proses penegakkan hukum jangan sampai menimbulkan ketegangan sosial baru di tengah-tengah masyarakat yang resah menghadapi wabah coronavirus disease 2019 (Covid-19),” kata Arsul, seperti dalam keterangan tertulisnya, Senin (6/4/2020).
Hal tersebut termasuk dalam kegiatan penegakkan hukum Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dan ujaran kebencian.
Terkait penegakkan hukum PSBB, Arsul meminta Polri mencermati Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 9 Tahun 2020 tentang PSBB, dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2020 tentang tata cara Menteri Kesehatan (Menkes) menetapkan PSBB berdasarkan Pasal 60 UU Nomor 6 Tahun 2018.
Baca juga: Kemenkes Belum Setujui Satu Pun PSBB Usulan Daerah, Apa Penyebabnya?
Hal tersebut diperlukan agar dalam menegakkan hukum pelanggaran PSBB, Polri tidak melanggar prinsip due process of law.
“Saya mengingatkan kerja-kerja penegakkan hukum Polri jangan sampai melanggar prinsip due process of law. Dasar aturannya harus jelas dan prosedur yang dilakukan benar,” kata Arsul.
Hal tersebut dikatakan Arsul sebagai tanggapan dari keterangan Kepala Bidang (Kabid) Humas Polda Metro Jaya Yusri Yunur yang mengatakan, 18 orang di Jakarta ditangkap karena diduga melanggar PSBB.
Dalam melakukan langkah tersebut, Polda Metro Jaya berdalih menggunakan Pasal 218 KUHP, atau Pasal 93 Undang-undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.
Baca juga: Polda Metro Jaya Tangkap 18 Pelanggar PSBB, Koalisi Masyarakat Sipil: Tak Ada Dasar Hukumnya
Arsul menegaskan, PP Nomor 21 Tahun 2020 dalam rangka percepatan penanganan corona, tidak mengatur penetapan PSBB pada wilayah di Indonesia.
Lebih lanjut Arsul mengatakan, dalam Permenkes Nomor 9 Tahun 2020, penetapan PSBB dilakukan dengan keputusan Menteri Kesehatan.
“Sampai saat ini Menkes belum menetapkan Jakarta sebagai wilayah PSBB. Jadi Polri hanya bisa meminta orang yang berkerumun untuk bubar. Jika mereka melawan, barulah bisa dikenakan pasal KUHP tentang tidak mentaati perintah pejabat yang sah,” kata Arsul.
Sementara itu, terkait penegakkan hukum ujaran kebencian terhadap presiden dan pejabat, Asrul juga meminta Polri tidak melanggar prinsip due process of law.
Baca juga: Diduga Unggah Ujaran Kebencian pada Jokowi, Mahasiswa Solo Ditangkap
Hal tersebut disampaikan Arsul sehubungan dengan keluarnya Telegram Kapolri Idham Azis tentang penegakan hukum tindak pidana siber selama wabah Covid-19.
Arsul mengingatkan, dalam menindak kasus ujaran kebencian, perlu dilakukan pendekatan preventif sebelum tindakan tegas.