KOMPAS.com - Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon mengatakan bencana kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di sejumlah wilayah Indonesia dapat mengacaukan bahkan menjadi pukulan telak bagi diplomasi sawit yang diupayakan pemerintah.
Sebagai informasi, saat ini diplomasi dagang Indonesia tengah berjuang meyakinkan Uni Eropa dan World Trade Organization (WTO) untuk mendukung produk sawit Indonesia.
Adapun Uni Eropa sendiri menyoroti masalah deforestasi atau penggundulan hutan akibat adanya budidaya sawit yang masif.
"Tuduhan deforestasi justru dikonfirmasi akibat bencana karhutla yang terus menerus terjadi, terlebih 99 persen akibat ulah manusia," ucap Fadli sesuai keterangan rilis yang Kompas.com terima, Jumat (20/9/2019).
Baca juga: Terkait Karhutla, Fadli Zon Minta Pemerintah Reformasi Industri Perkebunan Sawit
Dampaknya, imbuh dia, pada awal tahun ini 28 negara Uni Eropa sepakat memasukkan minyak sawit Indonesia sebagai kategori tidak berkelanjutan.
“Mulai tahun 2030, Uni Eropa akan melarang total konsumsi sawit Indonesia. Artinya, sebelum itu mereka akan mulai mengurangi konsumsi,” ujarnya.
Dari sisi dagang, tentu saja hal tersebut merugikan Indonesia mengingat industri kelapa sawit merupakan salah satu industri strategi nasional, khususnya dalam kelompok non-migas.
"Berdasarkan hasil riset Perkumpulan Prakarsa, minyak sawit merupakan komoditas penyumbang ekspor terbesar Indonesia selama kurun 1989-2017," terang Fadli.
Baca juga: Kunjungi Tajikistan, Fahri Hamzah Minta Indonesia Harus Belajar dari Soekarno
Ia melanjutkan, dengan luas lahan sekitar 14 juta hektar (ha), saat ini produksi minyak sawit Indonesia mencapai 44 juta hingga 46 juta ton per tahunnya.
"Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) memperkirakan, produksi sawit akan mencapai 51,7 juta ton pada 2025," lanjut Fadli.
Sayangnya, peningkatan produksi sawit berbanding terbalik dengan pasar ekspor nasional yang tengah menghadapi ancaman boikot.
Berdasarkan data Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), pada 2018 ekspor sawit Indonesia ke Eropa mencapai 4,7 juta ton, 60 persennya digunakan untuk bahan bakar nabati (biofuel)
Baca juga: DPR Minta Pemerintah Serius Hadapi Bocornya Data Penumpang Lion Air
“Jumlah ekspor ke Eropa itu mencapai 14 persen dari total ekpor sawit Indonesia secara keseluruhan. Bisa dibayangkan apa jadinya jika Uni Eropa menghentikan impor sawit dari Indonesia,” jelas Fadli.
Meski begitu, Fadli menilai Indonesia masih memiliki harapan asalkan pemerintah memanfaatkan bencana karhutla untuk membersihkan industri perkebunan sawit nasional dari perusahaan perusak lingkungan.
“Menurut saya, cerita ini akan sedikit memulihkan citra buruk industri sawit kita di mata dunia,” jelas Fadli.
Fadli juga turut menyoroti belum terbuka pemerintah dalam melakukan audit industri sawit.
Padahal, audit terbuka merupakan bagian dari kebijakan Indonesian Sustainable Palm Oil System (ISPO).
“Seharusnya seluruh perusahaan sawit diperiksa oleh auditor independen yang bertugas, apakah betul industri sawit kita tidak mendegradasi lingkungan dengan cara-cara merusak lingkungan,” tutup Fadli.