KOMPAS.com - Geliat koperasi di Indonesia ternyata cukup berkontribusi bagi peningkatan pendapatan domestik bruto ( PDB).
Menurut data Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM) pada 2017 tercatat 4,48 persen atau setara Rp 452 trilun, kemudian meningkat di akhir 2018 mencapai 5,1 persen atau setara Rp 753,84 triliun.
Adapun jumlah koperasi aktif di Indonesia per akhir 2018 mencapai 138.140.
Pemerintah Indonesia melalui DPR RI meyakini ke depannya koperasi Indonesia akan bisa memberikan kontribusi lebih, salah satu caranya adalah dengan pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perkoperasian baru.
Ketua DPR RI Bambang Soesatyo pun meminta Presiden Joko Widodo mengingatkan Menteri Koperasi dan UKM, Anak Agung Gede Ngurah Puspayoga untuk menghadiri Rapat Kerja dengan Komisi VI DPR RI pada 13 September 2019 untuk menyelesaikan pembahasan RUU Perkoperasian.
Baca juga: Bamsoet: Ketimpangan Sosial Warga Dunia Masih Tinggi
"Sebelum masa bakti DPR RI periode 2014-2019 berakhir, pemerintah dan DPR RI bisa mempersembahkan UU yang baru, menggantikan UU No. 25 tahun 1992 yang sudah tidak memadai untuk digunakan sebagai instrumen pembangunan dan kemajuan Koperasi," jelas pria yang akrab disapa Bamsoet pada rilis tertulis, Kamis (5/9/2019).
RUU Perkoperasian, lanjutnya, sudah ditunggu para pegiat koperasi, karenanya pemerintah yang diwakili Kementerian Koperasi dan UKM juga harus proaktif hadir dalam Rapat Kerja dengan Komisi VI DPR RI.
Bendahara Umum DPP Partai Golkar 2014-2016 ini menjelaskan, pembahasan RUU Perkoperasian sudah melalui berbagai tahapan dan mendengar masukan dari berbagai pihak, termasuk dari Gerakan Koperasi Indonesia yang mendukung DPR RI segera mengesahkan RUU Perkoperasian.
Pengesahan RUU Perkoperasian selain akan menguatkan soko guru perekonomian nasional, juga akan menguatkan posisi koperasi dalam kesetaraan dunia usaha dengan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) maupun swasta.
"Salah satu poin penting RUU Perkoperasian adalah menghalau para renterir yang berkedok koperasi dan berlindung dalam topeng ekonomi kerakyatan," jelas Bamsoet.
Padahal, tambahnya, praktik mereka menghisap darah rakyat yang memberikan pinjaman dengan bunga tinggi.
Jika koperasi rentenir ini tak segera menghentikan praktiknya, mereka bisa terkena pidana.
Baca juga: Bamsoet Sarankan Kementerian ESDM Dukung Pengusaha Tambang Nasional
"Pembersihan koperasi seperti ini perlu dilakukan agar rakyat tak menjadi korban sehingga koperasi yang ada nantinya betul-betul sesuai jati diri Indonesia berasaskan kekeluargaan dan demokrasi ekonomi," jelas Bamsoet.
Menurutnya, jika RUU Perkoperasian bisa disahkan, koperasi akan semakin kuat dan sehat. Diharapkan di tahun mendatang bisa menyumbang dua digit terhadap PDB.
"Sebagaimana di Singapura yang mencapai 10 persen terhadap PDB, Selandia Baru 20 persen, Perancis dan Belanda sebesar 18 persen," pungkas Bamsoet.