KOMPAS.com – Ketua Tim Pengawas (Timwas) Haji DPR RI Cucun Ahmad Syamsurijal mengusulkan mengusulkan agar penyelenggaraan haji ke depan dilakukan secara lebih terstruktur dan profesional, salah satunya melalui penugasan satu syarikah untuk setiap embarkasi jemaah haji Indonesia.
Hal tersebut disampaikan sebagai bagian dari evaluasi menyeluruh hasil pengawasan Timwas Haji 2025, yang akan dibawa ke Rapat Pimpinan DPR RI sebelum dibacakan dalam Rapat Paripurna.
Menurut Cucun, skema satu syarikah untuk setiap embarkasi akan mendorong kompetisi sehat antarpenyedia layanan sekaligus meningkatkan akuntabilitas penyelenggaraan haji.
Dengan 14 embarkasi yang ada di Indonesia, maka akan ada 14 syarikah berbeda yang ditugaskan, dan semuanya harus memiliki rekam jejak baik.
“Usulan yang mengemuka tadi adalah agar setiap satu embarkasi dilayani oleh satu syarikah, dan semuanya tidak boleh memiliki catatan wanprestasi,” kata Cucun, dilansir dari laman dpr.go.id, Rabu (9/7/2025).
Pernyataan tersebut disampaikan Cucun usai menghadiri rapat evaluasi internal Timwas Haji 2025 di Gedung Nusantara, DPR RI, Jakarta, Selasa (8/7/2025).
Baca juga: Alasan BP Haji Hendak Pakai 2 Syarikah Saja di Musim Haji Tahun Depan
Cucun menjelaskan, klausul kontrak dengan syarikah nantinya harus memuat skema retensi dana untuk mengantisipasi jika terjadi wanprestasi. Dengan demikian, dana bisa ditahan atau dipotong sebagai bentuk sanksi kepada syarikah yang tidak menjalankan layanan sesuai kontrak.
“Kalau ada syarikah yang wanprestasi, maka dana retensi itu bisa ditahan atau dipotong. Ini akan kami masukkan dalam laporan Timwas Haji DPR dan menjadi bagian substansi revisi Undang-Undang Haji yang sedang dibahas,” ucap Wakil Ketua DPR RI dari Fraksi PKB itu.
Selain usulan skema multisyarikah, Timwas Haji DPR juga menilai perlu adanya perbaikan dalam sistem pengawasan haji.
Selama ini, Timwas Haji baru dibentuk sekitar dua bulan menjelang keberangkatan jemaah haji. Cucun menilai pola ini tidak efektif dalam mencegah potensi masalah sejak awal.
“Ke depan, pembentukan Timwas harus dilakukan sejak awal proses, misalnya saat pelunasan biaya haji. Dengan begitu, pengawasan bisa dilakukan untuk memastikan data akurat dan tidak terjadi manipulasi,” tegasnya.
Baca juga: Ganti Pasal Tuntutan, JPU Dituding Manipulasi Dakwaan Nikita Mirzani
Cucun menyebut, pengawasan sejak awal penting dilakukan untuk mencegah potensi penyalahgunaan data, seperti adanya jemaah yang tidak mampu melunasi biaya namun digantikan pihak lain tanpa mengikuti urutan prioritas.
Ia juga mengusulkan agar sistem pengawasan ke depan dilakukan secara kolaboratif antara DPR, pengawas internal Kementerian Agama, dan Badan Penyelenggara Haji (BPH) yang akan mulai beroperasi pada 2026.
Dengan demikian, seluruh tahapan pelaksanaan ibadah haji, mulai dari administrasi hingga kontrak layanan, dapat diawasi dengan lebih baik.
“Jika sinergi ini dibangun sejak awal, pelayanan kepada jemaah akan lebih optimal dan akuntabel. Ini akan menjadi catatan penting dalam laporan Timwas Haji yang akan kami sampaikan di rapat paripurna nanti,” pungkas Cucun.