KOMPAS.com - Indonesia perlu menata kembali kekuatannya lewat tiga pilar yang saling terkait yaitu pemerintahan, rakyat, dan militer.
Perkembangan teknologi informasi dan telekomunikasi, serta teknologi transportasi telah mempercepat arus informasi, finansial global dan mobilitas manusia.
Berbagai fenomena perubahan tersebut bukan tidak mungkin membawa ekses yang potensial menjadi ancaman bagi keamanan suatu negara.
Ancaman tidak hanya dalam bentuk fisik, tapi juga non fisik seperti penanaman nilai-nilai kehidupan asing yang dapat menjadi alat penghancur entitas sebuah peradaban bangsa.
Baca juga: Program Bela Negara di RUU PSDN Dinilai Upaya Militerisasi Warga Sipil
Oleh karena itu, Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Bambang Soesatyo mengingatkan, khususnya pada kaum muda, bahwa setiap warga negara harus berperan serta dalam membela negara.
Beban besar membangun kekuatan pertahanan negara akan lebih ringan apabila ada gerakan sinergi dari seluruh komponen bangsa.
Hal tersebut disampaikan Bamsoet, sapaan akrab Bambang Soesatyo saat membuka Musyawarah Nasional Ke-2 Pengurus Pusat Satuan Siswa, Pelajar, dan Mahasiswa (SAPMA) Pemuda Pancasila (PP), di Jakarta, Jumat malam (25/08/19).
“Sebagai bagian dari kaum intelektual, SAPMA PP harus memiliki semangat untuk turut serta dalam upaya bela negara yang dapat dilakukan melalui jalur formal dan jalur non formal,” tandas Bamsoet.
Baca juga: Wapres: Bela Negara Bukan Hanya Bertempur
Lebih lanjut, Wakil ketua SAPMA PP tersebut menjelaskan terkait jalur formal dan non formal.
Dikatakannya, saat ini DPR RI tengah bersiap bersama pemerintah menyusun Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pengelolaan Sumber Daya Manusia untuk Pertahanan.
“Pada saat RUU ini kelak menjadi UU, maka para SAPMA Pemuda Pancasila perlu mempelajarinya dengan seksama, sehingga dapat memahami prosedur-prosedur yang ada apabila berminat untuk mengabdikan diri melakukan bela negara," jelasnya.
Sementara untuk jalur informal adalah melalui perbekalan ilmu pengetahuan dan basis ideologi yang kuat tentang pentingnya Pancasila sebagai dasar negara Republik Indonesia.
Dengan demikian, apa pun latar belakang para kader SAPMA Pemuda Pancasila, tetap harus berada di depan untuk menyebarkan arti penting Pancasila dan NKRI sebagai jati diri bangsa.
Baca juga: Menhan: Program Bela Negara di Kampus Bisa Bentuk Jati Diri Mahasiswa
Namun, upaya bela negara tidak akan berhasil apabila masyarakatnya masih saja berkonflik satu sama lain.
Hal tersebut memang tidak aneh, karena Indonesia merupakan negara multikultural, sehingga rentan terhadap konflik horizontal, seperti identitas seperti suku, etnis, ras, dan agama yang mengakibatkan disintegrasi bangsa.
Untuk itu, Bamsoet menegaskan, apa pun latar belakangnya masyarakat harus ikut ambil bagian dalam melakukan pendidikan kesadaran bela negara minimal dari lingkungan terdekatnya terlebih dahulu, terutama keluarga.
“Tanamkanlah kesadaran ber-Pancasila secara terus menerus dalam diri setiap individu, dengan segenap kemampuan atau kesanggupan yang ada pada diri masing-masing," pungkasnya.