Ini Alasan DPR Setujui Amnesti Baiq Nuril

Kompas.com - 25/07/2019, 17:57 WIB
Mikhael Gewati

Editor


KOMPAS.com
- Wakil Ketua Komisi III Dewan Perakilan Rakyat (DPR) Erma Suryani Ranik membeberkan alasan kenapa mereka mengambulkan amnesti Baiq Nuril Makmun.

"Baiq Nuril adalah korban kekersan verbal. Jadi apa yang ia lakukan merupakan upaya melindungi dirinya dari kekerasan psikologi dan seksual. Ini sesuai dengan dalam Pasal 28B ayat (2) UUD Negara Republik Indonesia (NRI) Tahun 1945," Kata Erma Suryani Ranik, seperti dalam keterangan tertulisnya.

Adapun Pasal 28B ayat (2) UUD NRI Tahun 1945 sendiri yang berbunyi, setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

Sebagai informasi, DPR RI menyetujui permintaan pertimbangan permohonan amnesti Baiq Nuril Makmun lewat Rapat Paripurna DPR, di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis (25/7/2019).

Baca jugaReaksi Baiq Nuril Saat DPR Setujui Pemberian Amnesti

Lebih lanjut, Erma Suryani Ranik menjelaskan Komisi III DPR RI sendiri mempertimbangkan tiga unsur penting dalam pemberian amnesti ini, yaitu kepastian hukum, kemanfaatan, dan keadilan.

"Ketiga unsur itu harus hadir secara proporsional agar hukum dapat menjadi panglima di Indonesia. Khusus amnesti untuk Baiq Nuril, Komisi III DPR RI mempertimbangakan unsur kemanfaatan dan keadilan yang belum terlihat," ujar dia.

Perlu diketahui DPR memberikan pertimbangan amnesti untuk menjawab Surat Presiden bernomor R28/Pres/7/2019 tentang permintaan pertimbangan amnesti. 

Nah, setelah disetujui, maka pertimbangan pemberian amnesti oleh DPR akan diserahkan ke Presiden Joko Widodo. Kini kelanjutan pemberian amnesti terhadap Baiq Nuril berada di tangan Presiden Jokowi.

Baca jugaAmnesti Baiq Nuril Kini di Tangan Jokowi...

Kasus Baiq Nuril

Sebagai informasi, Kasus Nuril bermula saat ia menerima telepon dari Kepalasa Sekolah berinisial M pada 2012.

Dalam perbincangan itu, Kepsek M bercerita tentang hubungan badannya dengan seorang wanita yang juga dikenal Baiq. Karena merasa dilecehkan, Nuril pun merekam perbincangan tersebut.

Terpidana kasus pelanggaran Undang-Undang Transaksi dan Informasi Elektronik (UU ITE), Baiq Nuril Maknun (kiri) didampingi anaknya menyampaikan tanggapan saat rapat pleno Komisi III DPR terkait surat persetujuan amnesti di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (23/7/2019). Rapat pleno tersebut untuk meminta tanggapan dari para fraksi terkait surat permohonan pertimbangan amnesti untuk Baiq Nuril dari Presiden Joko Widodo.ANTARA FOTO/PUSPA PERWITASARI Terpidana kasus pelanggaran Undang-Undang Transaksi dan Informasi Elektronik (UU ITE), Baiq Nuril Maknun (kiri) didampingi anaknya menyampaikan tanggapan saat rapat pleno Komisi III DPR terkait surat persetujuan amnesti di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (23/7/2019). Rapat pleno tersebut untuk meminta tanggapan dari para fraksi terkait surat permohonan pertimbangan amnesti untuk Baiq Nuril dari Presiden Joko Widodo.
Pada 2015, rekaman itu beredar luas di masyarakat Mataram dan membuat Kepsek M geram. Kepsek lalu melaporkan Baiq Nuril ke polisi karena merekam dan menyebar rekaman tersebut.

Kepsek M menyebut, aksi Nuril membuat malu keluarganya. Baiq Nuril pun menjalani proses hukum hingga persidangan.

Hakim Pengadilan Negeri Mataram, Nusa Tenggara Barat memvonis bebas Nuril. Namun, jaksa mengajukan banding hingga tingkat kasasi.

Nuril kemudian mengajukan Pinjauan Kembali (PK). Dalam sidang PK, Mahkamah Agung (MA) memutuskan menolak permohonan PK Nuril dan memutus Nuril harus dieksekusi sesuai dengan vonis sebelumnya.

MA kemudian memberi vonis hukuman 6 bulan penjara dan denda Rp 500 juta karena dianggap melanggar Pasal 27 Ayat 1 juncto Pasal 45 Ayat 1 UU Nomor 11/2008 tentang ITE.

Pandangan Komisi III DPR 

Terkait kasus Nuril, Erma Suryani Ranik menegaskan bahwa Komisi III DPR menilai sesungguhnya yang menjadi korban adalah Baiq Nuril.

Bukan kepala sekolah yang melaporkan ia ke penegak hukum, karena alasan menyebarkan informasi melanggar kesusilaan di media sosial.

Meski begitu, kata Erma, Komisi III DPR mengapresiasi dan menghormati keputusan MA yang menolak PK PK Baiq Nuril itu

“Namun, Komisi III juga mempertimbangkan keadilan masyarakat luas bahwa Baiq Nuril adalah korban yang sebenarnya, bukan pelaku sebagaimana didakwakan Pasal 27 ayat (1) Joncto Pasal 45 UU ITE,” papar Erma.

Baca jugaAmnesti Disetujui, Baiq Nuril Bilang "Terima Kasih Pak Presiden, Terima Kasih DPR..."

Dijelaskan Erma, amnesti tidak melulu diberikan kepada seseorang yang tersangkut persoalan politik. UUD NRI Tahun 1945 juga tak menyebut amnesti hanya untuk kasus politik.

Amnesti sendiri berasal dari kata amnestia yang berarti lupa atau amnestos (melupakan). Dengan amnesti tersebut dimaksudkan kasus hukum yang menimpa seseorang bisa dilupakan.

“Dalam terminologi hukum pidana, amnesti mengandung makna suatu kekuasaan untuk melepaskan seseorang atau kelompok orang yang dinyatakan bersalah oleh pengadilan dari pengenaan sanksi hukum akibat tindak pidana tertentu atau penghapusan akibat tindak pidana," ujar dia

Namun, kata dia, dalam perkembangannya masih banyak pandangan klasik yang menyebut amnesti seolah hanya diberikan kepada mereka yang melakukan perbuatan melawan hukum terkait persoalan politik.

Proses pertimbangan amnesti di DPR

Erma yang membacakan laporan Komisi III DPR RI pada Rapat Paripurna DPR RI menjelaskan pula proses pemberian pertimbangan amnesti di Komisi III DPR RI.

Ketua Komisi III DPR Erma Suryani Ranik menyampaikan laporan Komisi III DPR RI pada Rapat Paripurna DPR RI, Kamis (25/7/2019). Dok. Humas DPR Ketua Komisi III DPR Erma Suryani Ranik menyampaikan laporan Komisi III DPR RI pada Rapat Paripurna DPR RI, Kamis (25/7/2019).
Pada 23 Juli, Komisi III DPR RI menggelar rapat internal hingga menghadirkan Baiq Nuril sendiri untuk didengar keterangannya.

Pada 24 Juli kemudian sudah menggelar rapat kerja dengan Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly untuk mendengar keterangan pemerintah terkait persoalan ini.

Setelah itu, pada 25 juli barulah Komisi III DPR RI mengambil keputusan resmi.

Pada bagian akhir laporannya, Erma mendesak pemerintah agar bersama DPR RI merumuskan Rancangan Undang-Undang (RUU) yang mengatur amnesti dan abolisi.

Sampai saat ini belum ada regulasi yang mengaturnya secara detail. Adapun yang ada adalah UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Grasi dan aturan rehabilitasi yang dimuat dalam UU Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.

Terkini Lainnya
Peringati Hati Antikorupsi Sedunia, Puan Maharani: Perempuan Harus Jadi Benteng Awal Melawan Korupsi

Peringati Hati Antikorupsi Sedunia, Puan Maharani: Perempuan Harus Jadi Benteng Awal Melawan Korupsi

DPR
Titiek Soeharto: Perempuan  Punya Peran Penting untuk Mencegah Korupsi

Titiek Soeharto: Perempuan Punya Peran Penting untuk Mencegah Korupsi

DPR
Tingkatkan Daya Saing Global, Komisi VII DPR RI Dorong Transformasi Digital PT PAL

Tingkatkan Daya Saing Global, Komisi VII DPR RI Dorong Transformasi Digital PT PAL

DPR
Sampaikan Hasil Kerja DPR, Puan Pastikan Anggota DPR Bakal Kawal Aspirasi Rakyat

Sampaikan Hasil Kerja DPR, Puan Pastikan Anggota DPR Bakal Kawal Aspirasi Rakyat

DPR
DPR RI Resmi Sahkan RUU Penyesuaian Pidana Jadi UU

DPR RI Resmi Sahkan RUU Penyesuaian Pidana Jadi UU

DPR
Resmi, DPR Tetapkan Pansus RUU Desain Industri dan Pansus RUU Hukum Perdata Internasional

Resmi, DPR Tetapkan Pansus RUU Desain Industri dan Pansus RUU Hukum Perdata Internasional

DPR
Bangun Ikatan Emosional, DPR dan Jurnalis Parlemen Perkuat Komitmen

Bangun Ikatan Emosional, DPR dan Jurnalis Parlemen Perkuat Komitmen "Open Parliament"

DPR
Puan Tegaskan Komitmen RI Perkuat Kerja Sama Strategis dengan China

Puan Tegaskan Komitmen RI Perkuat Kerja Sama Strategis dengan China

DPR
DPR RI–Parlemen Hungaria Bahas Kerja Sama di Bidang Pendidikan hingga Keamanan Siber

DPR RI–Parlemen Hungaria Bahas Kerja Sama di Bidang Pendidikan hingga Keamanan Siber

DPR
Puan Minta Pejabat Jaga Ucapan saat Tanggapi Bencana: Prioritaskan Empati, Bukan Komentar

Puan Minta Pejabat Jaga Ucapan saat Tanggapi Bencana: Prioritaskan Empati, Bukan Komentar

DPR
Tetapkan Pedoman Pengelolaan TVR Parlemen, DPR Perkuat Kualitas Penyiaran untuk Transparansi Informasi Publik

Tetapkan Pedoman Pengelolaan TVR Parlemen, DPR Perkuat Kualitas Penyiaran untuk Transparansi Informasi Publik

DPR
Sampaikan Duka Cita, Adies Kadir Ajak Dunia Usaha Perkuat Pemulihan di Aceh, Sumut, dan Sumbar

Sampaikan Duka Cita, Adies Kadir Ajak Dunia Usaha Perkuat Pemulihan di Aceh, Sumut, dan Sumbar

DPR
Puan Maharani Terima Kunjungan Ketua MPR China, Minta Kemitraan RI-China Ditingkatkan Lagi

Puan Maharani Terima Kunjungan Ketua MPR China, Minta Kemitraan RI-China Ditingkatkan Lagi

DPR
Wakil Ketua DPR: Hubungan RI–Hungaria Masuki Fase Kemitraan yang Semakin Konkret

Wakil Ketua DPR: Hubungan RI–Hungaria Masuki Fase Kemitraan yang Semakin Konkret

DPR
Komisi VII Sebut Penguatan Standardisasi Jadi Kunci Tata Kelola Industri Nasional

Komisi VII Sebut Penguatan Standardisasi Jadi Kunci Tata Kelola Industri Nasional

DPR

Copyright 2008 - 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com