KOMPAS.com - Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia (RI) Puan Maharani melakukan pertemuan bilateral dengan Chairman of the Verkhovna Rada of Ukraine atau Ketua Parlemen Ukraina Olena Kondratiuk.
Pertemuan bilateral itu digelar menjelang pembukaan the 8th Group of Twenty (G20) Parliamentary Speakers’ Summit (P20) di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Rabu (5/10/2022).
Pada pertemuan bilateral tersebut, Puan memberikan dorongan kepada Parlemen Ukraina agar segera menumbuhkan perdamaian dengan Rusia yang hingga kini masih berkonflik.
Tak lupa, Puan menyampaikan keprihatinan atas terjadinya perang di Ukraina yang menimbulkan banyak korban jiwa dan berdampak terhadap keadaan global di dunia.
“Undangan kami khusus untuk Parlemen Ukraina di P20, adalah langkah konkret kami untuk membantu komunikasi antarparlemen dalam penyelesaian perang di Ukraina,” kata Puan dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Kamis (6/10/2022).
Baca juga: Anies Gelar Pertemuan Bilateral dengan Gubernur Tokyo dan Wali Kota Rotterdam, Ini yang Dibahas
Meski di tengah situasi kawasan yang serba tidak pasti akibat perang, Puan memberikan apresiasi akan hubungan bilateral Indonesia-Ukraina yang sudah terjalin selama 30 tahun.
Seperti diketahui, Indonesia merupakan salah satu mitra dagang terbesar Ukraina di Asia Tenggara.
“Saya memahami bahwa perang di Ukraina telah memengaruhi upaya kami semua memulihkan perekonomian pascapandemi Covid-19. Karenanya, proses perdamaian adalah prioritas utama Indonesia,” ucap Puan.
Ia menjelaskan, kunjungan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) ke Ukraina dan Rusia pada Juni 2022 dilakukan untuk membawa pesan perdamaian.
Kunjungan tersebut, kata Puan, juga bertujuan mempromosikan safe passage untuk pangan dan pupuk dari dan ke Ukraina dan Rusia.
Perempuan pertama yang menjabat sebagai Ketua DPR RI itu mengungkapkan bahwa Indonesia menyambut baik dimulainya kembali ekspor biji-bijian dari Ukraina di bawah the Black Sea Grain Initiative atau Inisiatif Butir Laut Hitam.
Untuk diketahui, Inisiatif Butir Laut Hitam atau inisiatif tentang transportasi gandum dan bahan makanan yang aman dari pelabuhan Ukraina adalah perjanjian antara Rusia dan Ukraina dengan Turki serta Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) yang dibuat selama invasi Rusia 2022 ke Ukraina.
Menurut Puan, perjanjian tersebut memainkan peran penting dalam mengurangi dampak perang terhadap rantai pasokan global.
“Tentunya, langkah positif ini juga harus diikuti dengan kemudahan akses ekspor produk makanan dan pupuk dari Rusia, sebagaimana disepakati dalam perjanjian Istanbul,” tutur Puan.
Mantan Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) itu juga berharap, negara-negara lain menghormati kesepakatan tersebut.
Baca juga: Rusia Sebut Pusat Koordinasi Gandum Telah Diluncurkan di Istanbul, Ini Fungsinya
Untuk itu, Puan meminta agar semua negara dapat memastikan implementasi yang seimbang dari Perjanjian Istanbul dan berharap inisiatif tersebut juga dapat membawa perdamaian di kawasan.
“Indonesia berharap agar inisiatif untuk membuka alur pasok pangan atau Black Sea Grain Initiative tetap dilanjutkan, untuk kepentingan bersama seluruh pihak,” tuturnya.
Seperti diketahui, Ukraina dan Rusia menandatangani perjanjian di Istanbul pada Juli 2022 untuk menyalurkan jutaan ton gandum Ukraina ke pasar global.
Perjanjian tersebut juga bertujuan untuk meringankan krisis pangan yang semakin parah bagi jutaan orang di negara-negara berkembang. Ukraina sendiri menjadi pemasok gandum terbesar kedua ke Indonesia.
Baca juga: 27,7 Juta Penduduk Jateng Terdaftar sebagai Peserta Pemilu, Terbesar Ketiga di Indonesia
Dalam berbagai pertemuan dengan pimpinan parlemen lain, Puan juga terus mendorong agar dunia internasional tetap mendukung jalur dialog dan diplomasi sebagai salah satu upaya menghentikan perang Ukraina dan Rusia.
Pada kesempatan itu, ia juga selalu menyampaikan posisi Indonesia terhadap konflik kedua negara tersebut.
“Saya tegaskan bahwa Indonesia menghormati tujuan dan prinsip piagam PBB, serta hukum internasional terkait perang Ukraina dan Rusia,” jelas Puan.
Adapun prinsip dalam piagam PBB yang dijunjung Indonesia, di antaranya adalah penyelesaian sengketa secara damai serta menjunjung tinggi integritas wilayah dan kedaulatan negara.
Baca juga: Korea Utara Dukung Rusia Caplok Wilayah Ukraina, Tuduh AS seperti Gangster di PBB
Lebih lanjut Puan mengatakan, Indonesia memandang bahwa referendum di empat wilayah Ukraina melanggar prinsip piagam PBB dan hukum internasional.
“Indonesia mendorong Rusia dan Ukraina untuk tetap membuka jalur dialog dan diplomasi, sebagai salah satu upaya menghentikan perang dan menuju perdamaian,” ujar Puan.
Cucu Proklamator RI Bung Karno itu lantas menyinggung hasil Sidang Umum ke-144 Inter-Parliamentary Union (IPU) di Bali pada Maret 2022 yang menyepakati pembentukan IPU Task Force on Ukraine dengan Indonesia sebagai salah satu inisiator.
Menurut Puan, Satuan Tugas (Satgas) dari IPU itu juga harus dapat menjadi mediator perbedaan antara Rusia dan Ukraina, serta memfasilitasi komunikasi dua negara ini.
“Indonesia juga telah menjadi inisiator resolusi mengenai konflik Rusia-Ukraina di Sidang Umum ke-144 pada Maret 2022,” ujar Ketua Majelis Sidang Umum ke-144 IPU itu.
Baca juga: Puji Puan Maharani di Rakernas PDI-P, Megawati: Susah Lho Jadi Ketua IPU
Sebagai tindak lanjut dari hal tersebut, lanjut dia, Ketua Badan Kerja Sama Antar Parlemen DPR berangkat ke Ukraina pada Juli 2022 untuk membuka kanal dialog demi mengakhiri konflik.
Puan menjelaskan, Indonesia bersama task force IPU nantinya akan menyampaikan hasil kunjungan ke Ukraina tersebut di hadapan Sidang Umum IPU ke-145 yang digelar di Kigali, Rwanda pada Oktober 2022.
Di samping itu, sebut dia, DPR akan terus memastikan hubungan bilateral antarparlemen dapat terjalin dengan lebih baik lagi, termasuk dengan Ukraina.
Puan berharap, grup kerja sama bilateral dengan Parlemen Ukraina dapat semakin mengokohkan hubungan kedua negara.
“DPR RI memandang penting diplomasi parlemen, baik secara bilateral dan multilateral, di level regional maupun global. Sebab, perang di Ukraina membawa dampak yang berat bagi banyak negara di dunia, khususnya terkait pasokan pangan (gandum dan pupuk) dan energi,” imbuhnya.