KOMPAS.com - Ketua Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia (RI) Bambang Wuryanto mengatakan, pihaknya berkomitmen segera menyelesaikan pembahasan Rancangan Undang-undang (RUU) Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).
"KUHP ini sudah digunakan sejak 1917. Semua ingin ini segera diselesaikan, termasuk Dewan Pers yang sudah datang ke Komisi III DPR," katanya dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Selasa (16/8/2022).
Menurut Wuryanto, revisi KUHP diperlukan untuk menyesuaikan dengan perkembangan zaman.
Ia mengatakan bahwa DPR memiliki mekanisme yang harus dijalankan, khususnya dalam pembahasan sebuah RUU.
Baca juga: Jokowi-Maruf Kenakan Jas Hadiri Rapat Paripurna DPR Terkait RUU APBN
Sebagai langkah lebih lanjut, kata Wuryanto, pihaknya akan menggelar rapat internal untuk membahas agenda Komisi III di Masa Sidang I Tahun Sidang 2022-2023, termasuk terkait RUU KUHP pada Kamis (18/8/2022).
"Di DPR ini yang paling penting mekanismenya dan standard operating procedure (SOP) dahulu, jenis-jenis rapatnya. Semua akan kami minta pendapat termasuk presiden karena RUU ini akan dibahas bersama," ucapnya di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa.
Pada kesempatan itu, Wuryanto mengungkapkan bahwa pihaknya enggan membahas RUU KUHP di luar 14 isu krusial. Sebab, hal ini harus dibahas bersama para anggota Komisi III DPR.
Adapun keempat belas poin krusial dalam Revisi Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) yaitu, pertama, hukum yang hidup dalam masyarakat atau the living law.
Baca juga: Dewan Pers Serahkan DIM RKUHP ke Fraksi PPP, Arsul Sani: Wajib Dibahas di DPR
Kedua, pidana mati. Ketiga, penyerangan terhadap harkat dan martabat presiden dan wakil presiden. Keempat, tindak pidana karena memiliki kekuatan gaib.
Kelima, dokter atau dokter gigi yang melaksanakan pekerjaannya tanpa ijin. Keenam, unggas dan ternak yang merusak kebun yang ditaburi benih.
Ketujuh, contempt of court berkaitan dengan dipublikasikan secara langsung tidak diperkenankan.
Kedelapan, advokat curang dapat berpotensi bias terhadap salah satu profesi penegak hukum saja yang diatur atau diusulkan untuk dihapus.
Baca juga: Aturan soal Advokat Curang di RKUHP Dihapus, Peradi: UU Tak Boleh Tendensius
Kesembilan, penodaan agama. Kesepuluh, penganiayaan hewan. Kesebelas, penggelandangan.
Kedua belas, pengguguran kehamilan atau aborsi. Ketiga belas, perzinahan. Keempat belas kohabitasi dan pemerkosaan.