KOMPAS.com - Ketua Panitia Kerja (Panja) Undang–undang (RUU) Kesehatan, Emanuel Melkiades Laka Lena mengatakan, Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia (RI) akan mengawal aspirasi dari seluruh pihak dalam pembahasan RUU Kesehatan.
“Mencermati dinamika yang ada saat ini, kami (Panja) hari ini, Rabu (10/5/2023) kembali melakukan Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) atau Public Hearing di Komisi IX,” ujarnya dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Rabu.
Selaku anggota panja, lanjut Melki, pihaknya mendapat mandat langsung dari pimpinan DPR RI untuk membuka ruang sekaligus meluruskan substansi dan mendengar kembali apa yang menjadi aspirasi para tenaga kesehatan (nakes).
Pernyataan tersebut ia sampaikan usai kegiatan RDPU bersama organisasi profesi kesehatan beserta mahasiswa di bidang kesehatan membahas membahas perkembangan RUU Kesehatan di Ruang Rapat Komisi IX DPR RI di Gedung Nusantara I, Senayan, Jakarta, Rabu (10/5/2023).
Baca juga: Anggota Komisi IX Dukung Kenaikan Anggaran Kesehatan 10 Persen dari APBN-APBD
Melki memastikan bahwa Komisi IX sangat terbuka untuk ruang dialog terkait muatan RUU Kesehatan.
Ia menyampaikan, semua aspirasi yang selama ini ditampung Panja memiliki spirit yang sama untuk menghasilkan RUU Kesehatan guna mengakomodasi kepentingan banyak pihak, baik dari nakes maupun masyarakat.
“Apa yang kami bahas hari ini, Rabu (10/5/2023), akan memperkaya bahan bagi kami dan pemerintah untuk membahas Undang-undang (UU) kesehatan dengan jauh lebih kompleks dan lebih mendalam,” kata Melki.
Selain pengawalan, Melki memastikan, Komisi IX DPR akan berikan perlindungan serta kepastian hukum bagi nakes dalam RUU Kesehatan.
Ia menilai, dalam UU eksisting saat ini, profesi dokter sangat rentan terhadap kekerasan maupun kriminalisasi dalam menjalankan praktik sehari–hari.
Baca juga: Soal RUU Kesehatan, DPR: Tidak Ada Liberalisasi Kesehatan dan Kriminalisasi Paramedis
“RUU ini justru semakin memperkuat perlindungan nakes. Kami mendorong agar nakes mendapatkan pengamanan dari segi hukum supaya tidak gampang dikriminalisasi,” ucap Melki.
Apabila ada kejadian kekerasan, lanjut dia, serahkan terlebih dahulu kepada rekan internal kesehatan. Ada berbagai majelis yang dipercaya untuk menegakkan disiplin etik.
Melki mengungkapkan, proses disiplin etik harus didahulukan sebelum masuk pada proses hukum.
“Jadi, kami mendorong ke arah sana (penegakan disiplin etik),” imbuhnya.
Melki mengimbau, dokter dan nakes untuk tidak memiliki rasa takut dalam menjalankan tugasnya.
Baca juga: Regulasi jika Dokter Asing Diizinkan Praktik di Indonesia
Sebagai pendampingan, kata dia, RUU Kesehatan akan memperkuat perlindungan hukum bagi dokter dan nakes.
“Sekali lagi urusan kesehatan itu, yaitu kecepatan penanganan. Apabila nakes kita tidak dilindungi justru mereka akan takut bertindak, jika tidak cepat ditangani maka pasien akan banyak yang meninggal. Nah, itu yang kita beri ruang bagi nakes,” ujar Melki.
Pada kesempatan tersebut, Melki memastikan pengetatan seleksi terhadap tenaga medis dan nakes Warga Negara Asing (WNA) yang berpraktik di Indonesia.
Menurutnya, standar kompetensi tenaga medis atau dokter WNA harus sesuai dengan standar kompetensi dokter di Indonesia, termasuk kemampuan wajib berbahasa Indonesia.
Melki mengatakan, dokter harus bisa berkomunikasi dengan pasien untuk menghindari kejadian salah diagnosa.
Baca juga: Dokter Tirta Terima Kasih atas Curhatan Kiky Saputri soal Salah Diagnosa Mertuanya
“Kami di Komisi IX dan pemerintah tegaskan Bahasa Indonesia itu wajib. Jadi siapa saja nakes yang masuk wajib memahami dan mengetahui Bahasa Indonesia, karena dia harus konsultasi dengan pasien,” katanya.
“Bagaimana dokter tidak mampu berbahasa indonesia dengan baik, bisa memberikan diagnosis yang tepat pada pasien,” tambah Melki.
Dalam kesempatan tersebut, ia menepis isu penghapusan organisasi profesi yang menjadi salah satu sorotan dalam pembahasan RUU Kesehatan.
Ia memastikan, RUU Kesehatan tidak akan menghapus organisasi profesi medis dan kesehatan yang ada di Indonesia.
“Prinsipnya, organisasi profesi tidak dihapus. Tapi akan ada dibuat regulasi yang baru itu pasti,” ujar Melki.
Baca juga: IDI Khawatir soal Status Organisasi Profesi Jika RUU Kesehatan Disahkan
Ia mengungkapkan, pihaknya sedang mencari titik temu agar organisasi profesi (OP) tetap ada agar bisa memenuhi keinginan seluruh pihak yang beragam atau bisa juga sinergi dengan pemerintah.
“Organisasi profesi tidak dihapus, tetapi akan lebih dari satu akan dibahas bersama pemerintah untuk mencari gambaran yang paling tepat,” jelas Melki.
Ia memastikan bahwa pertemuan informal maupun dalam forum tetap bisa dilakukan dalam rangka menampung segala aspirasi dari berbagai pihak.
Melki mengungkapkan keinginan pada pimpinan OP agar lebih baik berdiskusi, berjuang meyakinkan anggota Panja dan pemerintah dengan argumentasi sekuat mungkin .
“Jangan sampai citra kesehatan kita dipertaruhkan, masyarakat juga dirugikan,” jelasnya.
Baca juga: Ramai soal Karyawan Resign Mendapatkan Tagihan Tunggakan BPJS, Ini Penjelasan BPJS Kesehatan
Sebagai informasi, agenda public hearing tersebut dihadiri sejumlah organisasi, antara lain Perkumpulan Konsultan Hukum Medis dan Kesehatan (PKHMK), Ikatan Senat Mahasiswa Kedokteran Indonesia (ISMKI), Indonesian Youth Council for Tactical Changes (IYCTC), dan Perkumpulan Obstetri Dan Ginekologi Indonesia (POGI).
Kemudian, dihadiri juga Masyarakat Farmasis Indonesia, Ikatan Bidan Indonesia, Perhimpunan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), Ikatan Apoteker Indonesia (IAI), Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Komnas Pengendalian Tembakau (Komnas PT), Pemerhati Pendidikan Kedokteran dan Pelayanan Kesehatan.