KOMPAS.com – Anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia (RI) Taufik Basari berharap revisi mengenai Undang-undang (UU) Nomor 39 Tahun 2009 tentang Narkotika dapat mengubah paradigma kebijakan terkait narkotika sebagai ganja medis.
Hal itu dikarenakan, selama ini, menurut Taufik, kebijakan terkait narkotika selalu menempatkan persoalan narkotika sebagai persoalan hukum dan penegakan hukum semata.
“Justru yang harus dikembangkan adalah penanganan kebijakan dari sisi kesehatan. Kalau melihat dari sisi hukum digunakan untuk pihak-pihak yang memanfaatkan narkotika untuk kejahatan.
“Sementara itu, dari sisi kesehatan, digunakan hanya untuk kemanfaatan dan kemanusiaan serta menyelamatkan anak bangsa yang menjadi korban dari penyalahgunaan narkotika,” jelas Taufik dalam keterangan persnya, Senin (4/7/2022).
Baca juga: Meluruskan Pemahaman “Legalisasi Ganja untuk Medis”
Menurut Taufik, dalam menilai dan merumuskan kebijakan narkotika, semua pihak tidak boleh memiliki pandangan yang konservatif.
“Jika nantinya ada penelitian mengenai tanaman ganja yang dapat digunakan untuk pengobatan, maka harus dipikirkan secara terbuka dengan merumuskan perubahan kebijakan,” ucap Taufik.
Taufik mengatakan, ketika isu mengenai ganja yang dapat digunakan sebagai kebutuhan medis diangkat kepermukaan, hal ini sering mendapat stigma buruk dan berbagai macam tuduhan.
“Dalam diskursus mengenai ganja untuk kebutuhan medis, masyarakat perlu mengetahui bahwa secara hukum dan berdasarkan UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, sebenarnya narkotika merupakan obat,” kata Taufik.
Baca juga: Dianggap Mendesak, Anggota Komisi III DPR Usul Legalitas Ganja Medis Segera Diatur Menteri Kesehatan
Sayangnya, ketika penggunaan ganja medis tersebut tidak digunakan dengan tepat menurut standar pengobatan dan menimbulkan efek samping yang berlebihan, maka obat tersebut akan masuk kedalam golongan narkotika.
“Akibatnya pasien seperti anak dari Ibu Santi yang menderita cerebral palsy tidak dapat menggunakan ganja untuk pengobatan. Sama halnya dengan kasus Fidelis Arie yang memberikan ganja untuk pengobatan istrinya harus berakhir pada proses hukum,” katanya.
Ia melanjutkan, berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan ( Permenkes), sejak dahulu hingga 2021, ganja dan seluruh produk turunannya ditempatkan sebagai narkotika golongan satu yang hanya dapat digunakan untuk riset dan tidak dapat digunakan untuk terapi kesehatan.
Baca juga: Komisi III DPR Rapat Dengar Pendapat soal Legalisasi Ganja Medis, Ini Hasilnya
Melihat hal tersebut, Taufik mengatakan, saat ini pihaknya sedang melakukan pembahasan revisi UU Narkotika yang disesuaikan kembali terkait informasi dan hasil penelitian yang dilakukan oleh para ahli maupun beberapa masukan yang diberikan oleh masyarakat, yakni oleh Santi dan Dwi.
“Peristiwa yang dialami oleh Santi dan Dwi yang memperjuangkan pengobatan anakya serta Fidelis yang membantu pengobatan istrinya hingga rela berhadapan dengan hukum merupakan masalah kemanusiaan yang harus segera dicarikan jalan keluarnya,” katanya.