KOMPAS.com – Anggota Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia (RI) Sihar Sitorus meminta pemerintah segera mengevaluasi kebijakan domestic market obligation (DMO) dan domestic price obligation (DPO) minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO).
Ia mengaku khawatir apabila kebijakan DMO dan DPO tidak kunjung dievaluasi, target pemerintah untuk menyediakan minyak goreng terjangkau dan menjamin ketersediaan minyak goreng di pasar akan semakin sulit diwujudkan.
Pasalnya, lanjut Sihar, setelah hampir satu bulan berjalan, dampak dari kebijakan tersebut tidak terlihat.
“Justru, kelangkaan minyak goreng yang terus terjadi,” kata Sihar dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Kamis (24/2/2022).
Baca juga: Warga Bandung Diminta Waspada Penipuan Penjual Minyak Goreng
Lebih lanjut, Sihar juga menyinggung tentang tujuan diberlakukannya kebijakan DMO.
Menurutnya, kebijakan DMO yang tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 6 Tahun 2022 dibuat pemerintah untuk memastikan stok CPO tersedia sebagai bahan baku minyak goreng.
Selain itu, kebijakan DMO juga diberlakukan agar harga jual minyak goreng dapat turun di bawah harga pasar.
Upaya menekan harga minyak goreng dilakukan melalui kebijakan DMO CPO 20 persen, DPO Rp 9.300 per kilogram (kg), dan harga eceran tertinggi (HET) minyak goreng Rp 11.500 sampai Rp 14.000 per liter.
“(Namun) yang terjadi (di lapangan) justru sebaliknya. (Terdapat) kegiatan arbitrase harga, di mana saat ini masyarakat justru membeli minyak goreng dengan harga murah, dengan tujuan bisa menjualnya kembali dengan harga pasar,” ujar Sihar.
Baca juga: Beredar Video Penimbunan Minyak Goreng di Aceh Timur, Ini Kata Polisi
Ia pun menduga, kelangkaan minyak goreng yang terjadi di masyarakat disebabkan oleh adanya aksi penimbunan stok oleh oknum tertentu.
Lebih lanjut, kata dia, kebijakan DMO yang ditetapkan pemerintah terkesan memotong intensif produsen.
“Seharusnya ada subsidi, jadi produsen melalui subsidi itu dapat menyalurkan subsidi langsung kepada masyarakat atau keluarga yang membutuhkan,” tutur Sihar.
Ia mengatakan, kebijakan DMO dan DPO juga berdampak pada harga CPO internasional.
Tercatat, harga CPO di bursa Malaysia pada Jumat (18/2/2022) adalah 5.573 Ringgit Malaysia per ton. Namun, tiga hari berikutnya, harga CPO menjadi 5.644 Ringgit Malaysia per ton atau naik 2,49 persen.
Baca juga: Satgas Pangan Polri Tidak Temukan Indikasi Penimbunan 1,1 Juta Minyak Goreng di Deli Serdang
Kenaikan harga tersebut juga membuat harga CPO naik 8,1 persen jika dilihat secara bulanan.
“Kenaikan harga CPO global kemungkinan berdampak pada semakin melebarnya disparitas harga minyak goreng yang dipatok pemerintah dengan harga pasaran,” kata Sihar.