KOMPAS.com – Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Abdul Muhaimin Iskandar ( Gus AMI) mengusulkan Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah sebagai peraih Nobel Perdamaian 2022-2023 di Norwegia.
“Saya dengan ini akan secara resmi mengajukan nominasi NU-Muhammadiyah sebagai wakil Indonesia untuk penerima hadiah Nobel Perdamaian 2022 atau 2023. NU-Muhammadiyah layak menerima penghargaan hadiah Nobel Perdamaian pada 2022/2023,” kata dia, dikutip dari keterangan pers resminya, Rabu (16/2/2022).
Gus AMI yakin, baik NU-Muhammadiyah telah terbukti mengukir prestasi dan jasa besar bagi perdamaian di Indonesia dan dunia.
Hal tersebut, kata dia, terlihat dari berbagai kegiatan yang diselenggarakan oleh NU dan Muhammadiyah.
"(NU-Muhammadiyah) telah memberi pengertian, memberi contoh, dan menularkan ajaran, nilai-nilai, serta praktik Islam damai dan Islam toleran, termasuk ajaran tentang hak-hak perempuan dan keseteraan kaum perempuan," jelasnya.
Baca juga: Pemerintah-DPR Mulai Bahas RUU Hukum Acara Perdata, Yasonna: Perlu Penggantian Produk Hukum
Tak hanya kepada masyarakat Indonesia, hal tersebut dilakukan kepada para warga negara, sarjana, pemuka agama, dan pengambil kebijakan di negara-negara muslim termasuk di Pakistan, Afghanistan, Tunisia, Malaysia, dan lainnya.
Untuk di Indonesia, Gus AMI menjelaskan, bukti konkretnya. Pertama, Indonesia yang damai, toleran, dan bersatu hanya bisa terjadi berkat peran aktif dan sumbangsih NU-Muhammadiyah.
Dengan ajaran Islam yang rukun dan welas asih, NU-Muhammadiyah telah merajut dan merawat kompatibilitas antara Islam dan demokrasi, perdamaian, pencegahan konflik, dan kebebasan beragama dan berkeyakinan.
“Berkat NU-Muhammadiyah, Indonesia dapat menjadi contoh negara dengan penduduk muslim terbesar dan menjalankan sistem demokrasi dan negara yang stabil dan aman,” tuturnya.
Kedua, NU-Muhammadiyah telah bertahun-tahun aktif berkontribusi melakukan upaya-upaya perdamaian, bantuan kemanusiaan, dan advokasi secara internasional untuk membuat dunia lebih damai, seperti membela dan memulihkan hak-hak kaum minoritas.
Baca juga: Ilmuwan Amerika Latin Pencipta Vaksin Covid-19 Mendapat Nominasi Nobel
Sebagai contoh, NU melalui Abdurrahman Wahid memulai World Conference on Religion and Peace (WCRP). NU turut hadir mengupayakan penyelesian konflik di Israel-Palestina dan Afghanistan.
NU juga mempelopori International Conference of Islamic Scholars (ICIS), International Summit of Moderate Islamic Leaders (ISMIL).
Sementara itu, Muhammadiyah telah bertahun-tahun aktif menjadi anggota International Counter Group (ICG) dan Center for Dialogue and Cooperation among Civilisations (CDCC).
Muhammadiyah telah bertahun-tahun berperan aktif dalam resolusi konflik di berbagai negara seperti konflik Moro dengan Pemerintah Filipina, Afrika Tengah dan berbagai gerakan kemanusiaan lainnya, seperti di Nigeria, Thailand, Myanmar dan Palestina.
“NU-Muhammadiyah telah berjasa dan memainkan andil besar dalam memajukan dan mewujudkan narasi dan praktik Islam damai, islam toleran (Islam rahmatan lil alamin dan Islam wasathiyah), tidak saja di Indonesia tetapi juga di tingkat global dalam berbagai forum internasional dan lembaga pendidikan Internasional,” urainya.
Baca juga: Pro-Kontra Anugerah Nobel
Lebih lanjut, Gus AMI mengatakan, dalam konteks pembangunan global, NU-Muhammadiyah telah aktif ikut serta melaksanakan Tujuan Penmbangunan Global (SDG) yang harus dicapai pada 2030.
Selama lebih dari 70 tahun, NU-Muhammadiyah telah berjasa dalam menyediakan layanan pendidikan dan kesehatan serta dukungan kemanusiaan bagi mereka yang kurang mampu.
“Kedua organisasi tersebut telah membangun sumber daya manusia (SDM) Indonesia, kesetaraan hak-hak perempuan, dan kemandirian sosial ekonomi Indonesia,” terangnya.
Pembangunan tersebut dilakukan melalui pondok-pondok pesantren, rumah sakit-rumah sakit, serta sekolah-sekolah dasar, menengah, hingga pendidikan tinggi.
Gus AMI juga mengatakan, NU-Muhammadiyah telah berjasa besar dalam memulihkan demokrasi dan hak asasi manusia (HAM) pada 1998, yakni mengakhiri masa rezim otoriter Soeharto selama 30 tahun.
Baca juga: Jurnalis Pemenang Nobel: Perang Rusia-Ukraina Bukanlah Hal Mustahil
Pemulihan demokrasi, artinya pemulihan hak sipil dan hak ekonomi, sosial, dan budaya (ekosob) kepada seluruh warga Indonesia, sejalan dan dijamin Undang-undang Dasar (UUD) 1945 dan Universal Declaration of Human Rights (UUDR).
Sejarah juga mencatat, di antaranya, para tokoh dan cendekiawan NU-Muhammadiyah telah ikut aktif menjadi penggerak dan pemrakarsa berbagai kebijakan publik dan UU yang menandai pulihnya sistem demokrasi dan lembaga-lembaga demokrasi di Indonesia.
Beberapa kebijakan publik tersebut, antara lain UU HAM, Penghapusan Diskriminasi kepada Etnis China, UU Sistem Jaminan Sosial Nasional, dan UU Antikorupsi.
Selain itu, lanjut Gus AMI, NU-Muhammadiyah juga aktif dalam pengembangan Islam nusantara dan Islam berkemajuan.
Pengembangan ini dilakukan sebagai cara membendung berbagai gerakan-gerakan kekerasan yang mengatasnamakan Islam dan bertolak belakang dengan ajaran dan nilai nilai islam.
Baca juga: Meradang Akibat Menanti Nobel
Menurutnya, hal itu sejalan dengan kebijakan pemerintah Indonesia yang memajukan moderasi beragama.
Gus AMI juga menilai, NU-Muhammadiyah sudah berjasa besar mengurangi dan menghapuskan sumber-sumber dan bibit-bibit kekerasan serta konflik (pencegahan radikalisasi dan deradikalisasi).
“Melalui ribuan unit pondok-pondok pesantren, dan sekolah- sekolah dasar-menengah, serta pendidikan tinggi, kedua organisasi Islam terbesar di Indonesia itu terus menyemaikan Islam damai dan toleran,” katanya.
Dia menyebutkan, NU telah menyelenggarakan platform NU Online dan islami.co, sedangkan Muhammadiyah telah mengadakan IBTimes dan Maarif Institutes untuk membumikan nilai-nilai, ajaran dan praktik Islam damai, moderat, dan berkemajuan.
Sebagai bentuk keseriusan pengusulan ini, Gus AMI akan mengambil membentuk tim teknis untuk menulis surat pencalonan resmi dan mengirimkannya kepada panitia di Parlemen Norwegia.
Baca juga: Inilah Temuan 2 Peneliti Peraih Nobel Kimia 2021 dan Manfaat Besarnya
Lalu, Gus AMI juga akan meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberikan surat dukungan resmi kepada pencalonan tersebut.
“Saya sungguh-sungguh mengajak semua kalangan dan khususnya bersama Presiden Jokowi memohon beliau memberi support sepenuhnya,” ujarnya.
Sebab, Gus AMI menilai, Jokowi sebagai Presiden RI sangat berhak mengajukan pencalonan dan atau memberikan dukungan kepada nominasi.
“Terakhir, kami akan bertemu dengan Duta Besar (Dubes) Norwegia di Jakarta untuk menyerahkan surat pencalonan tersebut. Kami juga akan menemui dan berdialog dengan Ketua Parlemen Norwegia di Oslo untuk menyerahkan pencalonan tersebut,” jelasnya.
Setelah surat pencalonan resmi dikirimkan, pengusulan akan diterima The Norwegian Nobel Committee. Untuk diketahui, penghargaan hadiah Nobel Perdamaian dilaksanakan sejak 1901.
Baca juga: Memahami Fakta Nobel Ekonomi yang Bukan Wasiat Alfred Nobel