KOMPAS.com – Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Koordinator Bidang Politik dan Keamanan (Korpolkam) Azis Syamsudin meminta pemerintah daerah (pemda) untuk terus gencar memberikan sosialisasi program vaksinasi kepada masyarakat.
“Tidak lupa kepada Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang harus terus mendorong manfaat dan kehalalan vaksin,” kata Azis dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Kamis (25/3/2021).
Pernyataan Azis itu disampaikan menyusul hasil survei nasional yang dipublikasikan oleh Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC). Hasil survei menunjukkan persentase tinggi masyarakat Indonesia yang menolak untuk divaksin Covid-19.
Persentase itu, kata dia, paling tinggi terjadi di Daerah Khusus Ibu Kota (DKI) Jakarta. Padahal, daerah ini merupakan episentrum penyebaran Covid-19 tertinggi di Indonesia.
Baca juga: Anggota Fraksi Gerindra Diduga Terlibat Pencurian 21,5 Ton Solar, MKD DPR: Laporan Sedang Diproses
“Saya prihatin dengan fakta ini. Bisa diprediksi bahwa penolakan ini terkait dengan persepsi mengenai keamanan vaksin,” katanya.
Berdasarkan data itu, DKI Jakarta menempati urutan pertama dengan 33 persen masyarakat menolak divaksin. Mengekor di belakang, Jawa Timur (Jatim) sebesar 32 persen dan Banten sebesar 31 persen.
Sementara itu, Jawa Tengah (Jateng) menempati urutan keempat dengan persentase sebesar 20 persen. Terdapat 19 persen penduduk Jateng yang menolak divaksin karena masalah keamanan.
Bila dilihat secara etnisitas, persentase terbesar etnis yang menolak vaksin adalah Madura (58 persen) dan Minang (48 persen). Sedangkan persentase etnis tertinggi yang bersedia divaksin adalah Batak (57 persen) dan Jawa (56 persen).
Baca juga: DPR Harap Pemerintah Kesampingkan Ego Sektoral dalam Prolegnas 2021
Tidak hanya menyerukan sosialisasi keamanan dan kehalalan vaksin, Azis juga menyinggung permasalahan vaksin Nusantara yang saat ini dihentikan sementara.
Menurutnya, aksi tersebut sangat disayangkan, mengingkat vaksin itu telah lolos uji klinis tahap satu.
Melihat kondisi tersebut, ia mengatakan, DPR selalu mendorong para peneliti untuk menjelaskan alasan pemberhentian sementara vaksin Nusantara.
Selain itu, Azis juga meminta Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) untuk segera mengeluarkan persetujuan proses uji klinis tahap dua terhadap vaksin Nusantara.
“Sejak awal DPR mendukung vaksin Nusantara. Ini merupakan kerja keras yang tidak mudah. Para peneliti diharapkan bisa terbuka atas kondisi yang terjadi,” tuturnya.
Lebih lanjut, ia meminta Kemenkes untuk terus mendukung dan mempermudah proses uji klinis vaksin Nusantara maupun vaksin-vaksin lain buatan dalam negeri. Sebab, sampai saat ini, persediaan vaksin bersertifikasi halal sangat terbatas.
“Sangat disayangkan jika gagasan besar untuk bangsa gagal. DPR harus terus mendorong pemerintah mendukung pembiayaan penelitian vaksin Covid-19 sesuai dengan karakteristik orang Indonesia,” pintanya.