Komisi VII Sebut Penguatan Standardisasi Jadi Kunci Tata Kelola Industri Nasional

Kompas.com - 04/12/2025, 12:48 WIB
Fikriyyah Luthfiatuzzahra,
Dwinh

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Anggota Komisi VII Dewan Perwkilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia (RI) Ilham Permana menegaskan bahwa penguatan standardisasi merupakan elemen krusial dalam memperbaiki tata kelola industri nasional.

Dia menilai bahwa dinamika pembahasan mengenai standardisasi industri tidak boleh dipersempit sebagai isu teknis atau perdebatan antar-lembaga, melainkan langkah strategis dalam menjaga kedaulatan industri dan keamanan konsumen.

Ilham menyampaikan bahwa kebijakan Kementerian Perindustrian (Kemenperin) yang memperkuat sistem sertifikasi produk melalui penunjukan sejumlah balai besar sebagai Lembaga Sertifikasi Produk (LSPro) adalah fondasi penting agar industri Indonesia mampu bersaing secara berkelanjutan.

Sebagai anggota Komisi VII yang membidangi perindustrian, Ilham menilai kebijakan tersebut bukan hanya pembenahan prosedur, tetapi bagian dari upaya memperkuat posisi Indonesia dalam peta industri global.

Baca juga: DPR Setuju Free Float Naik Jadi 10-15 Persen, Apa Dampaknya ke Investor dan Emiten?

“Bangsa yang besar adalah bangsa yang berdaulat atas industrinya sendiri. Ketika negara memperkuat standardisasi, kita sedang menjaga masa depan bangsa, melindungi konsumen, menegakkan reputasi industri, dan memastikan produk Indonesia berdiri tegak di pasar global. Ini bukan sekadar regulasi, ini adalah wujud nasionalisme industri,” ujar Ilham dalam keterangan pers yang diterima Kompas.com, Kamis (4/12/2025).

Ilham menambahkan bahwa isu standardisasi bukan sekadar persoalan birokrasi. Menurutnya, setiap regulasi yang mengatur keamanan, mutu, dan keselamatan produk merupakan wujud kehadiran negara dalam melindungi masyarakat.

Tembok pertahanan di era banjir impor

Ilham turut menyoroti derasnya arus produk impor yang masuk ke pasar domestik. 

Berdasarkan data Kemenperin, terdapat 5.449 Standar Nasional Indonesia (SNI), dengan 136 di antaranya diberlakukan secara wajib. Angka tersebut menunjukkan keseriusan pemerintah dalam menjaga kualitas produk yang beredar.

Baca juga: Anggota DPR Minta Pemerintah Berhenti Konversi Kawasan Hutan Jadi Lahan Pangan

Menurut Ilham, mekanisme standardisasi yang kuat merupakan benteng penting untuk melindungi pasar dalam negeri dari produk murah namun tidak aman.

“Penunjukan balai besar sebagai LSPro bukanlah monopoli, melainkan langkah mengonsolidasikan pengawasan agar lebih ketat, akuntabel, dan bisa dipertanggungjawabkan,” jelasnya.

Ilham menambahkan bahwa balai besar Kemenperin telah terakreditasi Komite Akreditasi Nasional (KAN), memiliki laboratorium modern, serta rekam jejak panjang dalam sertifikasi produk berisiko tinggi.

“Negara harus memastikan lembaga sertifikasi berada dalam kontrol yang kuat dan konsisten,” tambahnya.

Terkait kekhawatiran sebagian pihak mengenai dampak kebijakan ini terhadap LSPro swasta, Ilham menegaskan bahwa pemerintah tetap membuka ruang kolaborasi. 

Baca juga: Tanggapi Banjir Sumatera, Anggota DPR Minta Moratorium Izin Pemanfaatan Hutan

Namun, untuk sektor-sektor strategis, seperti gas, pipa baja, instalasi minyak, dan alat berat, negara memang perlu mengambil peran regulatif yang lebih dominan.

“Jika ada kekhawatiran soal dampak ekonomi bagi lembaga swasta, Komisi VII dapat memfasilitasi dialog agar transisi berjalan adil. Tapi mari kita pahami konteksnya: ketika menyangkut keselamatan publik, daya saing nasional, dan kedaulatan industri, negara memang harus mengambil posisi di depan,” tegas Ilham.

Sertifikasi sebagai fondasi menuju Indonesia Emas 2045

Sebagai politisi Partai Golongan Karya (Golkar) yang konsisten mendorong revitalisasi industri nasional, Ilham menilai kebijakan Kemenperin sejalan dengan visi Indonesia Emas 2045.

Ia menekankan bahwa negara maju memiliki sistem standardisasi yang konsisten dan kuat sebagai landasan reputasi sektor industrinya.

“Kita ingin produk Indonesia dihargai di pasar global. Tidak ada negara maju yang industri manufakturnya dibangun tanpa standar mutu yang ketat. Dengan memperkuat SNI, kita sedang membangun identitas industri Indonesia: bahwa produk kita aman, berkualitas, dan kompetitif,” ujar Ilham.

Baca juga: Komisi VII DPR Akan Bentuk Panja AMDK, Dalami dan Perbaiki Pengelolaan Air Minum

Ilham juga menggarisbawahi bahwa di banyak negara maju, lembaga sertifikasi untuk produk strategis dikelola langsung oleh pemerintah demi menjaga integritas sistem.

“Jadi langkah Kemenperin ini bukan anomali. Ini justru penyelarasan dengan praktik terbaik global,” ucapnya.

Menanggapi pernyataan anggota dewan dari komisi lain yang menilai kebijakan ini dapat berdampak pada LSPro swasta, Ilham mengajak seluruh pihak untuk melihat persoalan standardisasi secara menyeluruh dan tidak menimbulkan kegaduhan yang tidak perlu.

“Saya menghargai setiap pandangan dari rekan di DPR. Namun dalam isu perindustrian, Kemenperin dan Komisi VII memikul mandat konstitusional untuk memastikan tata kelola industri berjalan baik. Karena itu, diskusi soal standardisasi seharusnya melibatkan komisi terkait agar analisisnya menyeluruh,” pungkas Ilham.

Terkini Lainnya
Puan Tegaskan Komitmen RI Perkuat Kerja Sama Strategis dengan China

Puan Tegaskan Komitmen RI Perkuat Kerja Sama Strategis dengan China

DPR
DPR RI–Parlemen Hungaria Bahas Kerja Sama di Bidang Pendidikan hingga Keamanan Siber

DPR RI–Parlemen Hungaria Bahas Kerja Sama di Bidang Pendidikan hingga Keamanan Siber

DPR
Puan Minta Pejabat Jaga Ucapan saat Tanggapi Bencana: Prioritaskan Empati, Bukan Komentar

Puan Minta Pejabat Jaga Ucapan saat Tanggapi Bencana: Prioritaskan Empati, Bukan Komentar

DPR
Tetapkan Pedoman Pengelolaan TVR Parlemen, DPR Perkuat Kualitas Penyiaran untuk Transparansi Informasi Publik

Tetapkan Pedoman Pengelolaan TVR Parlemen, DPR Perkuat Kualitas Penyiaran untuk Transparansi Informasi Publik

DPR
Sampaikan Duka Cita, Adies Kadir Ajak Dunia Usaha Perkuat Pemulihan di Aceh, Sumut, dan Sumbar

Sampaikan Duka Cita, Adies Kadir Ajak Dunia Usaha Perkuat Pemulihan di Aceh, Sumut, dan Sumbar

DPR
Puan Maharani Terima Kunjungan Ketua MPR China, Minta Kemitraan RI-China Ditingkatkan Lagi

Puan Maharani Terima Kunjungan Ketua MPR China, Minta Kemitraan RI-China Ditingkatkan Lagi

DPR
Wakil Ketua DPR: Hubungan RI–Hungaria Masuki Fase Kemitraan yang Semakin Konkret

Wakil Ketua DPR: Hubungan RI–Hungaria Masuki Fase Kemitraan yang Semakin Konkret

DPR
Komisi VII Sebut Penguatan Standardisasi Jadi Kunci Tata Kelola Industri Nasional

Komisi VII Sebut Penguatan Standardisasi Jadi Kunci Tata Kelola Industri Nasional

DPR
Tinjau Penyaluran Bantuan Bencana Sumatera, Waka DPR Cucun Minta Pembukaan Akses Jalan

Tinjau Penyaluran Bantuan Bencana Sumatera, Waka DPR Cucun Minta Pembukaan Akses Jalan

DPR
Soroti Bencana Alam di Tanah Air, Puan Tegaskan Langkah Penanganan Terkoordinasi

Soroti Bencana Alam di Tanah Air, Puan Tegaskan Langkah Penanganan Terkoordinasi

DPR
DPR RI Berangkatkan Bantuan Kemanusiaan ke Daerah Bencana di Sumatera melalui Lanud Halim

DPR RI Berangkatkan Bantuan Kemanusiaan ke Daerah Bencana di Sumatera melalui Lanud Halim

DPR
Soal Penolakan 4 RS Terhadap Ibu Hamil di Papua, Anggota Komisi IX: Negara Gagal Jalankan Mandat Konstitusi

Soal Penolakan 4 RS Terhadap Ibu Hamil di Papua, Anggota Komisi IX: Negara Gagal Jalankan Mandat Konstitusi

DPR
Wakil Ketua Komisi I Sebut Akses Internet Jadi Kunci Pemerataan Pendidikan dan Ekonomi

Wakil Ketua Komisi I Sebut Akses Internet Jadi Kunci Pemerataan Pendidikan dan Ekonomi

DPR
Komisi V DPR Dorong Percepatan Pembangunan Akses Jalan Menuju Stasiun Kereta Cepat Karawang

Komisi V DPR Dorong Percepatan Pembangunan Akses Jalan Menuju Stasiun Kereta Cepat Karawang

DPR
Komisi II DPR RI: Percepatan Pembangunan Wilayah Perbatasan Butuh “Political Will” dan Strategi Komprehensif

Komisi II DPR RI: Percepatan Pembangunan Wilayah Perbatasan Butuh “Political Will” dan Strategi Komprehensif

DPR

Copyright 2008 - 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com