KOMPAS.com – Ketua Badan Kerja Sama Antar-Parlemen (BKSAP) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia (RI) Fadli Zon menyampaikan keprihatinannya terhadap situasi kemanusiaan di Myanmar.
Pernyataan tersebut disampaikan Fadli dalam agenda pertemuan bilateral dengan Delegasi Parlemen Myanmar dalam Pengasingan di sela-sela Sidang ke-148 Inter-Parliamentary Union (IPU) di Jenewa, Swiss.
Dalam kesempatan tersebut, Fadli dan Delegasi Parlemen Myanmar dalam Pengasingan membahas beberapa hal, di antaranya situasi terakhir di Myanmar, persoalan pengungsi Rohingnya, dan junta militer yang menguasai Myanmar.
Fadli menuturkan, DPR RI secara khusus akan mendorong terwujudnya Five-Point Consensus yang menekankan pentingnya dialog, Hal ini guna mewujudkan perdamaian dan akses bantuan kemanusiaan yang dapat dijangkau seluruh masyarakat yang terdampak konflik di Myanmar.
Baca juga: Bali Jadi Tuan Rumah WWF Ke-10, DPR RI Soroti Permasalahan Kelangkaan Air Bersih
“DPR RI selaku Presiden ASEAN Inter-Parliamentary Assembly (AIPA) pada 2023 telah berupaya mengoptimalkan upaya diplomasi parlemen untuk mewujudkan perdamaian di Myanmar, salah satunya yaitu melalui berbagai resolusi yang diajukan di AIPA, serta melalui upaya dialog yang inklusif,” ujar Fadli melalui siaran persnya, Rabu (27/3/2024).
Fadli berpendapat, konsensus para pemimpin Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) seperti yang tertera dalam dokumen Five-Point Consensus seharusnya menjadi langkah untuk berbagai solusi mewujudkan perdamaian di Myanmar.
Akan tetapi, perwakilan Parlemen Myanmar dalam Pengasingan Win Myat Aye dan Mya Thida menyampaikan bahwa situasi di Myanmar masih belum menunjukkan tanda-tanda perdamaian.
Fadli menambahkan, penyelesaian konflik di Myanmar memerlukan pendekatan khusus dengan mengedepankan dialog.
Baca juga: Lingkup Kerja Kompleks dan Dinamis, Setjen DPR Hadirkan Solusi Lewat Perkantoran Modern
Oleh karena itu, dirinya meminta agar rezim Junta Myanmar kooperatif dan mengindahkan Five-Point Consensus untuk mewujudkan perdamaian di Myanmar.
Selain itu, Fadli mengatakan, harus ada kepemimpinan di ASEAN yang dapat mendudukan semua pihak agar persoalan pengungsi Rohingya di Cox's Bazar dapat terselesaikan.
“Karena itu, harus ada repatriasi ke Myanmar dan keamanan mereka harus terjamin,” tutur Fadli.
Sebagai informasi, Parlemen Myanmar dalam Pengasingan dibentuk oleh Committee Representing Pyidaungsu Hluttaw, yakni kelompok anggota parlemen terpilih dan anggota parlemen yang digulingkan dalam Kudeta Myanmar 2021.
Kelompok parlemen ini termasuk perwakilan dari Liga Nasional untuk Demokrasi (partai penguasa yang digulingkan dari mantan penasihat negara Aung San Suu Kyi), kelompok pemberontak etnis minoritas, dan berbagai partai kecil.
Baca juga: DPR Walk Out Saat Israel Ajukan Draf Kemanusiaan di Sidang IPU, Fadli Zon: Kita Anti Penjajahan
Adapun isi dari Five-Point Consensus meliputi pengakhiran segera untuk menghentikan kekerasan di masing-masing negara, melakukan dialog-dialog dengan seluruh pihak terlibat, penunjukkan utusan khusus, pendampingan kemanusiaan oleh ASEAN, dan kunjungan utusan khusus ke Myanmar untuk bertemu dengan semua pihak terlibat.