KOMPAS.com - Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia (RI) Puan Maharani menegaskan pentingnya keterwakilan perempuan di parlemen.
“Hal ini karena keterwakilan perempuan yang lebih besar akan (membuat) pengambilan keputusan (menjadi) lebih inklusif. Suara dari berbagai segmen masyarakat akan lebih terdengar, dan kepentingan masyarakat akan lebih terwakili di berbagai lembaga publik,” jelasnya dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Jumat (8/3/2024).
Pernyataan tersebut disampaikan Puan dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Women Speakers' Summit 2024 di Hotel de Lassay, Paris, Prancis, Kamis (7/3/2024).
Menurutnya, keterwakilan perempuan di parlemen dapat meningkatkan kualitas demokrasi karena anggota perempuan dapat membuat parlemen lebih responsif terhadap berbagai masalah di masyarakat.
Baca juga: Puan: Sertakan Perempuan dalam Setiap Jabatan, Bukan Hanya Kebijakan Afirmatif
“Kami di Indonesia telah memiliki kebijakan afirmatif yang mewajibkan minimal 30 persen kandidat perempuan sebagai calon anggota legislatif dari setiap partai,” tutur Puan.
Untuk diketahui, Women Speakers' Summit 2024 dipimpin oleh Ketua Majelis Nasional Prancis Madame Yaël Braun-Pivet dan diikuti oleh 24 ketua parlemen perempuan.
Acara ini diselenggarakan di bawah naungan Inter-Parliamentary Union (IPU), asosiasi parlemen negara-negara di dunia, dan berlangsung dari Rabu (6/3/2024) hingga Kamis (7/3/2024).
Dalam diskusi pertama, peserta KTT membahas tentang "Pendidikan dalam Kesetaraan, Kesehatan, dan Perjuangan Melawan Kekerasan terhadap Perempuan". Sesi ini dipimpin oleh Ketua Parlemen Belgia Eliane Tillieux dan Ketua Parlemen Afrika Selatan Nosiviwe Mapisa-Nqakula.
Dalam kesempatan itu, Puan menyoroti berbagai konflik di seluruh dunia yang menempatkan perempuan sebagai pihak yang paling terdampak.
Baca juga: Wanti-wanti IDI di Era New Normal, Tetap Terapkan Hidup Sehat meski Penularan Covid-19 Mereda
“Saat ini, konflik dikhawatirkan telah mejadi new normal. Dalam situasi konflik maka perempuan merupakan pihak yang paling terdampak. Perempuan tidak hanya menjadi korban perang, tetapi juga berada dalam situasi paling rentan,” katanya.
Puan juga mengungkapkan bahwa remaja perempuan sering mengalami kehilangan akses pendidikan akibat rusaknya sekolah dan terganggunya kegiatan belajar di daerah konflik, seperti di Gaza dan Ukraina.
Di samping itu, pendidikan formal terbatas juga terjadi di wilayah-wilayah yang mengalami konflik internal, seperti di Myanmar dan Sudan.
Puan juga menyoroti bahwa perempuan seringkali menjadi objek perdagangan manusia dan korban kekerasan akibat konflik.
Baca juga: Jelang Ramadan, Perundingan Konflik Gaza di Kairo Belum Capai Kesepakatan
Menurutnya, hak-hak perempuan terhadap kesehatan juga semakin terabaikan.
Sebagai respons, Puan mendorong para pemimpin perempuan untuk mengambil tindakan konkret dalam upaya mengakhiri konflik dan menciptakan perdamaian.
Cucu Bung Karno tersebut menekankan perlunya pengembangan budaya damai dan toleransi oleh anggota parlemen perempuan di seluruh dunia.
Dalam kesempatan tersebut, Puan juga menegaskan pentingnya menolak kekerasan dalam penyelesaian perbedaan.
Baca juga: Kementerian PPPA Sebut Aksi Kawin Tangkap Cederai Hak Perempuan
“Parlemen harus berkontribusi menjamin terpenuhinya hak perempuan terhadap pendidikan, mendapat akses terhadap kesehatan, dan menolak berbagai kekerasan kepada perempuan,” tegas mantan Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) itu.
Puan juga menggarisbawahi pentingnya memberikan akses penuh terhadap pendidikan dan kesehatan bagi perempuan, yang dianggapnya sebagai kunci bagi kemakmuran suatu negara.
Dia menyatakan bahwa perkembangan dan kemajuan suatu negara sangat bergantung pada kemajuan perempuan.
Oleh karenanya, Puan mengajak seluruh ketua parlemen untuk bekerja sama dalam mendorong kemajuan perempuan di negara masing-masing.
Baca juga: Kesal Tak Diberi Nomor Telepon, Perempuan Ini Bacok Tukang Parkir
Dia menekankan bahwa semua pihak terkait harus membantu perempuan untuk mencapai cita-citanya dan memiliki kehidupan yang lebih baik.
Setelah diskusi pertama, sesi diskusi kedua berlangsung dengan tema “Kesetaraan Gender, Paritas, dan Pemberdayaan dalam Politik: Teladan Perempuan.” Sesi ini dipimpin oleh Ketua Parlemen Jerman Barbel Bas dan Ketua Parlemen Meksiko Marcela Guerra Castillo.
Dalam kesempatan tersebut, Puan menyampaikan bahwa pemilihan umum (pemilu) adalah salah satu fondasi demokrasi dalam sebuah negara.
“Tahun 2024 menjadi tahun demokrasi, dengan lebih dari 70 negara mengadakan pemilu. Sekitar 50 persen populasi dunia menggunakan hak pilihnya untuk memilih pejabat publik,” ucap Puan.
Baca juga: Pesta Semu Demokrasi
Baginya, pemilu memiliki peran kunci dalam menentukan arah demokrasi suatu negara.
Puan meyakini bahwa kepemimpinan perempuan di bidang politik dapat memberikan kontribusi positif bagi kemajuan demokrasi.
Ia juga menyampaikan tentang pemilu serentak yang baru saja berlangsung di Indonesia.
Puan mengungkapkan bahwa terjadi peningkatan jumlah calon legislatif (caleg) perempuan dalam pemilu tersebut.
Baca juga: Rekapitulasi Hasil Pemilu DKI: Pasangan Anies-Muhaimin Unggul di Jakarta Selatan
“Pada 14 Februari 2024, Indonesia telah melaksanakan pemilu legislatif. Jumlah calon anggota legislatif perempuan secara nasional mencapai 37 persen dari keseluruhan calon yang berasal dari 18 partai politik,” ujarnya.
Menurut Puan, proporsi tersebut menunjukkan peningkatan yang signifikan dari Pemilu 2019. Selain itu, Indonesia juga tengah menjalankan roadmap nasional untuk mencapai kesetaraan gender pada periode 2020-2024.
Lebih lanjut, Puan menyoroti pentingnya peningkatan literasi digital dalam konteks pemberdayaan perempuan di ranah politik.
“Kita harus memperkecil kesenjangan dalam penguasaan teknologi digital antara perempuan dan laki-laki. Pemberdayaan perempuan harus dilakukan di semua tingkatan,” kata Puan, yang juga merupakan penerima dua gelar Doktor Honoris Causa.
Puan menjelaskan bahwa DPR RI telah membentuk Kaukus Perempuan Parlemen (KPP) sebagai wadah informal lintas partai.
KPP bertugas untuk mendorong visi politik yang kuat dan meningkatkan kapasitas komunikasi publik bagi anggota perempuan di parlemen.
Baca juga: Hari Perempuan Internasional: Kapan dan Mengapa Penting?
“Sebagai pemimpin perempuan, kita harus memberikan teladan, memimpin dengan contoh bagi perempuan di negara kita dan di seluruh dunia, bahwa perempuan mampu menjadi pemimpin yang efektif,” ujarnya.
Ia juga mengajak pemimpin perempuan untuk menunjukkan bahwa mereka mampu bekerja sebaik atau bahkan lebih baik dari pemimpin laki-laki.
Puan berharap agar pembahasan yang positif di Paris tersebut dapat diadopsi oleh setiap ketua parlemen perempuan di negara masing-masing.
“Saya berharap kita dapat menginspirasi perempuan di luar ruangan pertemuan ini dan menjadi contoh (bagi mereka), serta menunjukkan bahwa kepemimpinan perempuan di politik akan memberikan kontribusi positif bagi kemajuan demokrasi,” tuturnya.