KOMPAS.com - Anggota Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia (RI) Christina Aryani mengajak Panglima Tentara Nasional Indonesia (TNI) untuk rapat bersama guna membahas tentang maraknya praktik jual beli senjata dan amunisi, khususnya di Komando Daerah Militer (Kodam) Cenderawasih.
“Kasus ini pantas menjadi perhatian supaya langkah pencegahan segera diambil dan penindakan yang efektif. Bukan hanya itu, DPR ingin mendengarkan secara utuh penjelasan Panglima TNI terkait hal tersebut,” ujarnya dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Selasa (16/5/2023).
Christina mengungkapkan bahwa pihaknya ingin mengangkat persoalan tersebut di rapat internal terlebih dahulu pada pekan depan agar masuk agenda rapat dengan Panglima TNI.
Menurutnya, persoalan jual beli senjata merupakan permasalahan serius.
Baca juga: Ridwan Kamil Ajak Masyarakat Viralkan Jual Beli Kursi dan Pungli PPDB SMA di Jabar
Oleh karena itu, kata Christina, Komisi I DPR ingin mendengar penjelasan utuh dari Panglima TNI terkait informasi yang selama ini beredar.
“Praktik jual beli senjata dan amunisi makin terbuka usai penjelasan Panglima Kodam (Pangdam) XVII/Cenderawasih Mayor Jenderal (Mayjen) TNI Muhammad Saleh Mustafa yang mengungkap ada 24 kasus jual beli senjata dan amunisi sejak 2022 yang dilakukan oknum anggota TNI,” jelasnya.
Christina mengatakan bahwa Mayjen TNI Saleh mengakui ada oknum prajurit tergiur menjual senjata api dan amunisi karena harganya yang mahal.
Pada kesempatan tersebut, Christina mengapresiasi adanya keterbukaan dari TNI mengenai kasus jual beli senjata dan amunisi.
Baca juga: Letusan Senjata Polisi Tewaskan Warga, Kapolres Gunungkidul Minta Maaf
"Kami apresiasi ada keterbukaan dari TNI mengenai hal ini yang tentu mempermudah jalan untuk segera menghentikan praktik amat sangat tidak manusiawi ini. Karena sama saja dengan memberi jalan membunuh sesama prajurit TNI dan meneror masyarakat sipil," ujarnya.
Christina meyakini bahwa masih banyak informasi lain yang perlu digali oleh Panglima TNI menyangkut hal tersebut.
Menurut Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Golongan Karya (Golkar) itu, kasus jual beli senjata dan amunisi tidak hanya dilihat dari jumlah pelanggaran dan tindakan hukum, tetapi juga bagaimana pola, aktor, lokasi, atau hal detail penting lainnya.
"Kalau kemarin Pangdam bicara soal harga satu butir peluru dijual Rp 200.000 dan bisa naik hingga Rp 300.000. Bagaimana dengan senjata? Pasti lebih mahal lagi dan makin menggiurkan. Nah, informasi seperti ini akan kita klarifikasi,” ujar Christina.
Baca juga: Harta Kekayaan Wagub Lampung yang Dipanggil KPK untuk Klarifikasi LHKPN
"Komisi I DPR tidak ingin persoalan krusial ini berlalu begitu saja tanpa ada kejelasan soal penyelesaiannya," sambungnya.