KOMPAS.com - Anggota Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia (RI) Christina Aryani mengatakan, proses evakuasi terhadap 850 orang Warga Negara Indonesia (WNI) di Sudan merupakan langkah yang tepat.
Pasalnya, di Sudah sedang terjadi kericuhan antara dua faksi militer dengan pasukan paramiliter Rapid Support Forces (RSF).
Konflik yang pecah sejak Sabtu (15/4/2023) tersebut diketahui dipicu perebutan kekuasaan dua faksi militer utama, yang mengakibatkan gagalnya proses transisi pemerintahan sipil sejak digulingkannya pemimpin diktator Omar al-Bashir.
"Keputusan melakukan evakuasi menjadi langkah tepat untuk situasi yang terus memburuk di Sudan saat ini. Sama halnya negara lain yang mulai mengevakuasi warganya, kami berharap WNI kita yang akan mulai keluar dari Sudan bisa selamat sampai tiba di Tanah Air," ujarnya dalam keterangan tertulis yang dikutip dari laman dpr.go.id, Selasa (25/4/2023).
Christina menyebutkan sebanyak 850 WNI di Sudan yang dievakuasi mayoritas adalah mahasiswa.
Baca juga: Freeport Buka Magang Mahasiswa D4, S1, dan S2 dari 27 Jurusan
Ia berharap, proses evakuasi terhadap WNI di Sudan berjalan lancar dan aman sampai tiba di Tanah Air dalam keadaan selamat.
Direktur Jenderal (Dirjen) Protokoler Konsuler Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) RI, Christina menjelaskan, proses evakuasi dilakukan melalui jalan darat dari Khartoum ke Pelabuhan Sudan dengan jarak sekitar 1.200 kilometer (km).
Selanjutnya, kata dia, WNI akan menyeberang menggunakan kapal menuju Jeddah, lalu diterbangkan dari Jeddah ke Jakarta.
"Proses ini tentu tidak mudah. Kami doakan semuanya berjalan lancar, tidak ada hambatan berarti khususnya dalam perjalanan menuju pelabuhan Sudan," kata Christina.
Baca juga: Apa Kepentingan Tentara Bayaran Rusia Grup Wagner di Sudan?
Sebelumnya, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan bahwa 413 korban tewas selama pertempuran militer di Sudan.
Juru Bicara WHO Margaret Harris mengatakan, berdasarkan data pemerintah Sudan, sebanyak 413 korban tewas dan 3.551 orang terluka.
Sementara itu, kata dia, United Nations Children's Fund (UNICEF) telah melaporkan sedikitnya sembilan anak dilaporkan tewas dalam pertempuran di Sudan, dan lebih dari 50 anak terluka parah.
Lebih lanjut, Margaret mengatakan bahwa telah terjadi 11 serangan terhadap fasilitas kesehatan, termasuk 10 serangan sejak Sabtu (15/4/2023).
“Menurut Kementerian Kesehatan (Kemenkes) di Sudan, jumlah fasilitas kesehatan yang berhenti beroperasi sebanyak 20. Dan masih menurut angka Kemenkes Sudan, jumlah fasilitas kesehatan yang berisiko berhenti adalah 12,” kata Harris dalam konferensi pers Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Jumat (21/4/2023).
Situasi tersebut, kata dia, tidak hanya berdampak kepada korban pertempuran, tetapi juga orang-orang lain yang membutuhkan pelayanan kesehatan.