KOMPAS.com – Wakil Ketua Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Ahmad Sahroni mendorong Kepolisian Daerah (Polda) Metro Jaya menggelar proses etik kasus " polisi peras polisi” yang dialami Brigadir Polisi Kepala (Bripka) Madih.
"Dikarenakan ini adalah oknum, maka segerakan Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) segera gelar sidang etik,” ungkapnya, Sabtu (4/2/2023).
Adapun kasus tersebut melibatkan anggota Kepolisian Resor (Polres) Jakarta Timur (Jaktim) dengan eks penyidik Polda Metro Jaya berinisial TG terkait sengketa tanah milik orangtua Madih.
“Semoga ini tidak terulang kembali pada jajaran di polda lain atas sikap-sikap anggota masing-masing," ujarnya dalam siaran pers, Senin (6/2/2023).
Politisi Fraksi Partai Nasdem itu percaya Polda Metro dapat menuntaskan kasus "polisi peras polisi" tersebut.
Baca juga: Serangan Balik terhadap Bripka Madih Usai Mengaku Diperas Penyidik Kepolisian
"Saya percaya Kepala Polda Metro bisa tuntaskan dengan cepat kasus anggotanya, lebih cepat lebih baik agar tidak jadi polemik di masyarakat," tegas Sahroni.
Terkait kasus tersebut, Kepala Bidang (Kabid) Hubungan Masyarakat (Humas) Polda Metro Jaya Kombes Trunoyudo Wisnu Andiko menjelaskan, dugaan pemerasan itu diungkapkan Bripka Madih yang mengaku diperas penyidik di Polda Metro Jaya.
Bripka Madih mengaku dimintai sejumlah uang ketika melaporkan kasus penyerobotan lahan yang dialaminya.
Trunoyudo mengatakan, pengakuan yang disampaikan Bripka Madih tengah didalami penyidik Propam Polda Metro Jaya.
"Saat ini Polda Metro Jaya akan mendalami hal dugaan pemerasan tersebut," katanya.
Baca juga: Kala Pengakuan Bripka Madih Membuatnya Disudutkan, Disebut Sering Bikin Onar hingga Meneror Warga
Polda Metro Jaya berencana akan mengonfrontasi Bripka Madih dan eks penyidik inisial TG dalam kasus "polisi peras polisi" tersebut.
Dalam konfrontasi tersebut, Propam Polda Metro Jaya akan dilibatkan karena kedua belah pihak merupakan anggota Polri.
Dalam kesempatan lain, Anggota Komisi III DPR RI Arsul Sani mengungkapkan, hingga saat ini masih banyak praktik pemerasan yang dilakukan oknum polisi.
“Bahwa yang namanya praktik meminta uang atau memeras, itu sesungguhnya memang masih ada pada oknum polisi kita, bukan kepada lembaga kepolisian secara keseluruhan,” katanya.
Namun, politisi Partai Persatuan Pembangunan itu menyebutkan, kasus dugaan pemerasaan itu perlu dilihat secara luas.
Baca juga: Psikolog Forensik: Bripka Madih seperti Whistleblower jika Dugaan Pungli Benar
“Saat ini ramai di media ‘polisi peras polisi’. Ini kan harus kita lihat tidak hanya pada kasus ini saja, tetapi pada problem umumnya atau besarnya,” kata Arsul.