KOMPAS.com - Anggota Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia (RI) Zulfikar Hamonangan mengkritik masalah tumpang tindih program kerja (proker) Kementerian Perindustrian (Kemenperin) dengan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker), dan kementerian atau lembaga lainnya.
Dengan potensi nikel yang besar, kata dia, Kemenperin sepatutnya memberikan perhatian pada peningkatan tenaga keahlian melalui pelatihan SDM dalam mengelola nikel.
Zulfikar menyarankan agar Kemenperin fokus terhadap sektor produksi industri baterai daripada menargetkan industri dirgantara yang hanya bisa memproduksi dua pesawat per tahun.
“Kita seolah-olah seperti PMDK. PMDK itu pelatihan melulu dikuasai kagak. Untuk apa PT Dirgantara (Indonesia) mempekerjakan banyak orang di sana, lalu tidak ada hasilnya untuk negara. Mending kita buat mainan helikopter untuk remote-remote control anak, jelas itu laku dijual di pasaran, sehingga ada hasilnya,” ujarnya dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Jumat (9/12/2022).
Baca juga: Menperin Sebut Industri Manufaktur RI Tetap Ekspansif
Pernyataan tersebut disampaikan Zulfikar dalam Rapat Kerja Komisi VII DPR RI bersama Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita beserta jajaran, di Gedung Nusantara I, Senayan Jakarta, Rabu (7/12/2022).
Di sisi lain, politisi Partai Demokrat itu mengungkapkan bahwa ekspor nikel harus diberikan batasan dan aturan.
Hal tersebut lantaran nikel sangat dibutuhkan di dalam negeri untuk mendukung produksi baterai kendaraan listrik.
“Oleh karena itu, diperlukan sebuah terobosan supaya kekayaan sumber daya alam nikel bisa memberikan dampak positif untuk negara dan menumbuhkan perekonomian nasional,” imbuh Zulfikar.
Baca juga: UMKM Topang Perekonomian Nasional, Puan: Kadin Jangan Lupa dengan UMKM
Pada kesempatan itu, ia mengingatkan Kemenperin agar tidak membuat program yang terkesan megah.
Pasalnya, menghidupkan dunia industri nantinya akan mengakomodasi banyak tenaga kerja dan membutuhkan anggaran tidak sedikit.
“Kita kadang-kadang membuat konsep yang wah, padahal jadi weh. Nanti ganti menterinya, lain lagi konsep menterinya yang baru. Lain menteri lain konsep, tidak ada jangka pendek, jangka menengah, maupun jangka panjang,” jelas legislator daerah pemilihan (dapil) Banten III tersebut.
Baca juga: Kalah Gugatan Nikel di WTO, Mendag Pastikan Indonesia Banding
Zulfikar mencontohkan konsep industri nikel Kemenperin dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang mayoritas memiliki investor dari China.
Dengan adanya China sebagai investor sekaligus penguasa harga pasar, kata dia, Kemenperin harus memiliki target untuk mengeksekusi produksi baterai.
“China menguasai harga pasar, kalau kita tidak cepat bicara produksi baterai, dan Kemenperin tidak punya visi itu, ini percuma,” ucap Zulfikar.