KOMPAS.com - Anggota Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia (RI) Saleh Partaonan Daulay memastikan, pihaknya tak ingin pembahasan semua Rancangan Undang-undang (RUU) Kesehatan (Omnibus Law) terkesan terburu-buru dan dipaksakan.
Oleh Karena itu, kata dia, Komisi IX DPR RI sudah menerima audiensi berbagai kalangan. Mulai dari organisasi profesi, ikatan apoteker, perawat, dan bidan.
"Kami mau mendengar apa pandangan mereka. Kami juga membuat diskusi resmi. Kemarin, misalnya, kami membahas RUU pengawasan obat dan makanan. Mengundang pihak terkait dan berkepentingan," ujar Saleh dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Senin (5/12/2022).
Dalam konteks tersebut, ia berharap, seluruh elemen masyarakat dapat berpartisipasi dan berkontribusi. Semua dipersilahkan memberikan masukan dan pokok-pokok pikiran.
Dengan begitu, sebut Saleh, wacana yang berkembang dapat dipertanggungjawabkan secara moril dan akademik.
Baca juga: Wisata Konferensi Akademik Bersemi Kembali
"Kalaupun ada yang mau ditolak, silakan disampaikan. Lengkapi dengan argumen yang rasional. Kami Insya Allah akan mengkajinya. Jika memang sesuai dengan aspirasi masyarakat, kami akan ikut memperjuangkannya," jelas politisi daerah pemilihan (dapil) Sumatera Utara (Sumut) II ini.
Menurut Saleh, munculnya pro dan kontra tentang Omnibus Law Bidang Kesehatan sangat wajar terjadi di kalangan masyarakat.
Hal tersebut, kata dia, menunjukkan bahwa ada banyak kepentingan di bidang kesehatan. Tidak hanya masyarakat, tetapi juga pemerintah, dokter dan tenaga kesehatan (nakes), rumah sakit (rs), organisasi profesi, hingga pengusaha.
“Karena itu, pembahasan RUU di bidang kesehatan ini akan menyita perhatian luas," ujar Saleh, Jumat (2/12/2022).
Saleh mengatakan, berbagai pihak pasti akan bereaksi apabila merasa kepentingannya terganggu. Paling tidak, mereka akan melakukan advokasi publik.
Baca juga: Gandeng KPK, Pemprov DKI Bentuk Komite Advokasi Daerah untuk Cegah Korupsi Dunia Usaha
Advokasi publik tersebut bisa melalui jalur akademik, seperti seminar, diskusi, Focus Group Discussion (FGD) di berbagai kampus, atau audiensi dengan berbagai fraksi yang ada di DPR.
"Itu sah dan dibolehkan. Justru, jalur seperti itu yang baik untuk dilakukan," tutur Saleh.
Selain itu, lanjut dia, ada juga yang berjuang lewat berbagai platform media sosial (medsos). Dari postingan ini akan memunculkan wacana dan isu yang dianggap krusial di RUU tersebut. Secara tidak langsung, isu yang menjadi perhatian mereka berubah jadi isu publik.
“Lebih dari itu, ada juga yang berjuang melalui demonstrasi dan unjuk rasa. Ini juga boleh asal sesuai aturan dan tidak mengganggu kepentingan umum,” ucap Saleh.
Ia menjelaskan, Program Legislasi Nasional (Prolegnas) memiliki rencana pembahasan beberapa UU bidang kesehatan.
Baca juga: Masih Layakkah RBC untuk Mengukur Kesehatan Perusahaan Asuransi?
Dalam prolegnas yang telah disepakati, kata Saleh, setidaknya ada RUU pengawasan obat dan makanan, RUU pendidikan kedokteran, RUU sistem kesehatan nasional, RUU farmasi, dan RUU wabah.
"Kalau semua RUU itu dibahas sekaligus, bisa jadi formulasinya dalam bentuk Omnibus Law. Meski harus diakui bahwa kami belum mendapatkan informasi resmi terkait hal itu. Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) pun masih melakukan kajian mendalam," imbuhnya.