KOMPAS.com – Anggota Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia (RI) Achmad Hafisz Tohir menanggapi keputusan resmi dari pemerintah mengenai kenaikan harga bahan bakar minyak ( BBM) bersubsidi, yakni Pertalite menjadi Rp 10.000 dan Solar menjadi Rp 6.800 mulai Sabtu (9/3/2022).
"Adapun alasan dari pemerintah menaikan harga tersebut terkait dengan peningkatan subsidi dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara ( APBN), yaitu mengalihkan subsidi sehingga kedua jenis BBM tersebut mengalami penyesuaian," jelas Hafisz dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Rabu (7/9/2022).
Dalam situasi sulit sekarang ini, Hafisz mengatakan, keputusan dari pemerintah dinilai sangat memberatkan masyarakat. Menurutnya, pemerintah maupun masyarakat memiliki sense of crisis yang tinggi.
Baca juga: Anggota Komisi XI DPR Minta Pemerintah Beberkan Kemampuan Bayar Utang ke Publik
“Rakyat sudah menjerit dengan harga-harga yang mulai naik. Menahan subsidi memang memberatkan APBN, tetapi menaikkan harga BBM subsidi lebih memberatkan nasib masyarakat,” kata Hafisz.
Politisi Partai Amanat Nasional (PAN) itu mengatakan, apabila harga BBM tersebut naik, pasti semua produk atau kebutuhan pokok akan naik.
“BBM itu berkontribusi pada 15 hingga 20 persen dari komponen harga produksi. Maka dari itu, harga kebutuhan pokok nantinya juga akan ikut melambung tinggi,” ujar Hafisz.
Sebagai informasi, untuk meringankan beban masyarakat miskin dan rentan, pemerintah telah menyediakan tambahan bantuan sosial ( bansos) sebesar Rp 24,17 triliun kepada 20,56 juta keluarga penerima manfaat ( KPM).
Baca juga: Anggota Komisi XI DPR Ungkap Cara Pemerintah Mempertahankan Subsidi BBM
Adapun yang masuk dalam KPM adalah mereka yang masuk ke dalam 40 persen tidak mampu yang diberikan bantuan sebesar Rp 150.000 selama empat kali dengan total Rp 600.000.
Selanjutnya, anggaran Rp 9,6 triliun untuk bantuan subsidi upah sebesar Rp 600.000 bagi 16 juta pekerja dengan gaji maksimal Rp 3,5 juta.
Kemudian, dana bantuan oleh pemerintah daerah (pemda) dengan menggunakan dua persen dana transfer umum yang berasal dari APBN atau dana alokasi umum ( DAU) dan dana bagi hasil ( DBH) sebesar Rp 2,17 triliun untuk membantu angkutan umum, ojek, dan nelayan serta bansos tambahan.