KOMPAS.com – Wakil Ketua Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia (RI) Desmond Junaidi Mahesa mengatakan, Komisi III DPR berkomitmen untuk mengawasi proses penegakan hukum yang sedang ramai dibicarakan.
Adapun kasus hukum tersebut adalah kasus dugaan pembunuhan berencana yang dilakukan mantan Kepala Divisi (Kadiv) Profesi dan Pengamanan (Propam) Kepolisian Republik Indonesia ( Polri) Inspektur Jenderal (Irjen) Ferdy Sambo.
“Dalam kasus ini (kasus Sambo), Komisi III DPR akan melihat berjalannya proses dan melakukan pengawasan hingga selesai di peradilan, apakah dalam peradilan ini sesuai dengan hukum dan penegakan hukum atau tidak,” ungkap Desmond dalam keterangan persnya, Rabu (31/8/2022).
Hal itu disampaikan oleh Desmond dalam Rapat Dengar Pendapat Umum ( RDPU) Komisi III DPR dengan Tim Advokat Penegak Hukum dan Keadilan ( Tampak) di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (30/8/2022).
Baca juga: Rapat di DPR soal Kasus Brigadir J, Mahfud-Desmond Debat soal Kompolnas Perlu Ada Atau Tidak
Desmond mengatakan, kasus pembunuhan yang memakan korban Brigadir J itu menimbulkan bias yang luar biasa, seperti muncul diagram judi, tambang, dan lainnya.
Maka dari itu, ia menegaskan bahwa ada persoalan serius di institusi Polri.
Persoalan itu, kata dia, tak lepas dari Undang-Undang (UU) Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian yang dinilainya sudah tidak cocok lagi atau hukum acara pidana yang ada sudah kadaluarsa.
“Komisi III DPR akan menjalankan tugas, pokok, dan fungsi (tupoksi) dalam rangka memperbaiki Polri dengan merancang focus group discussion (FGD) untuk mencari masukan yang terbaik,” ujar Desmond.
Lebih lanjut, Desmond mengatakan, bias yang muncul tersebut terlihat dari posisi Komisi Kepolisian Nasional ( Kompolnas) yang keberadaannya diatur dalam UU Kepolisian.
Baca juga: Temuan Kapolri dan Komnas HAM soal Kasus Brigadir J dalam Rapat Komisi III DPR
Hal itu yang membuat Desmond menilai bahwa kasus yang menjerat Sambo menjadi trigger dalam proses peradilan, apakah akan berjalan dengan transparan atau tidak?
“Kompolnas sebagai badan eksekutif tidak bisa mengawasi secara maksimal institusi Polri sehingga perlu adanya perbaikan pada UU Kepolisian,” kata Desmond.
Sementara itu, Juru Bicara Tampak Sandi Eben Ezer Situngkir mengatakan, organisasinya berkomitmen ingin adanya reformasi di tubuh Polri.
Kata dia, reformasi itu diperlukan karena dalam UU Kepolisian tidak ada aturan untuk mengawasi kerja Polri. Alhasil institusi ini sangat minim pengawasan.
Dalam UU Kepolisian, Sandi Eben mengatakan, telah diatur bahwa anggota Polri bisa bertindak sendiri, misalnya ketika anggota Polri menembak seseorang karena membahayakan jiwa anggota Polri atau melarikan diri.