KOMPAS.com – Wakil Ketua Badan Anggaran (Banggar) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Cucun Ahmad Syamsurijal mengatakan, pemerintah diharapkan bisa menerapkan kebijakan automatic adjustment yang mampu meredam krisis ekonomi global.
“Masyarakat Indonesia mengalami kekhawatiran bahwa dampak konflik yang sedang terjadi di China-Taiwan akan mempengaruhi perekonomian Indonesia,” ungkap Cucun dalam keterangan persnya, Selasa (23/8/2022).
Hal itu disampaikan oleh Cucun saat menghadiri diskusi dengan tajuk Mampukah Arsitektur Anggaran Pendapatan Belanja Negara (ABPN) 2023 Menghadapi Gelapnya Ekonomi Dunia di ruangan Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Nusantara I, Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (22/8/2022).
Cucun mengatakan, Indonesia masih memiliki cadangan devisa yang memadai dan beberapa komoditas mengalami peningkatan. Dari situ, ekonomi Indonesia justru yang paling bisa bertahan dengan negara lain.
Baca juga: DPR Gelar Rapat Paripurna Terkait Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-pokok Kebijakan Fiskal RAPBN
“Diharapkan masyarakat Indonesia untuk tidak perlu khawatir lagi dengan adanya konflik China-Taiwan, karena Indonesia mampu redam potensi krisis ekonomi global,” jelas Cucun.
Selain itu, kebijakan yang telah dikeluarkan oleh pemerintah, yakni kebijakan fiskal tahun 2023 itu mendapat apresiasi dari Fraksi PKB.
Menurutnya, pemerintah tetap harus bisa mempertahankan jaringan pengaman sosial agar masyarakat tidak terlalu terdampak dengan potensi krisis yang ada.
“Salah satu kebijakan pemerintah yang tidak dapat terhindarkan nantinya adalah kenaikan harga bahan bakar minyak ( BBM). Kondisi inilah yang tidak dapat dihindarkan karena menyesuaikan dengan kondisi harga minyak mentah dunia yang terus mengalami kenaikan,” jelas Cucun.
Baca juga: Prediksi Arah Ekonomi Makro dan Pokok-pokok Kebijakan Fiskal 2023
Lebih lanjut, Cucun mengatakan, kebijakan automatic adjustment ini telah diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 6 Tahun 2021 tentang APBN Tahun Anggaran 2022, tepatnya Pasal 28 Ayat 2.
“ Kebijakan ini diterapkan untuk menggantikan langkah refocusing anggaran. Dengan demikian, Fraksi PKB telah mendesak pemerintah untuk tetap menyediakan fiskal buffer yang memadai dan meningkatkan fleksibilitas pengelolaan fiskal dengan penerapan automatic adjustment secara cepat dan akuntabel.
“Hal itu dilakukan untuk tetap memastikan kita tidak akan kebingungan lagi apabila sewaktu-waktu terjadi situasi darurat, baik akibat pandemi atau faktor lainnya,” ujar Cucun.
Kata dia, penerapan kebijakan itu akan membuat pengelolaan fiskal akan menjadi fleksibel, sehingga anggaran negara bisa dengan cepat dialokasikan untuk meminimalkan dampak distortif dari situasi pandemi.
“Dalam kebijakan fiskal 2023, pemerintah harus mampu meningkatkan pendapatan negara melalui implementasi reformasi perpajakan tahun 2023. Adapun hal itu dengan didukung oleh pelaksanaan UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan,” katanya.