KOMPAS.com – Anggota Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia (RI) Mulyanto menolak kenaikan harga bahan bakar minyak ( BBM) dan liquefied petroleum gas (LPG) nonsubsidi yang dilakukan PT Pertamina (Persero) pada Minggu (10/7/2022).
Mulyanto mengatakan, pihaknya memahami tekanan atas Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan keuangan Pertamina atas kenaikan harga minyak dan gas (migas) dunia pada saat ini.
"Besaran kenaikan harga BBM dan LPG nonsubsidi harus mempertimbangkan daya beli masyarakat. Untuk usaha mikro dan kecil tetap harus terbuka aksesibilitasnya untuk mendapatkan BBM dan LPG subsidi. Ini harus dijamin pemerintah," ucapnya dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Senin (11/7/2022).
Mulyanto menyebutkan, kebijakan tersebut juga sangat tidak tepat dilakukan di tengah naiknya harga bahan pokok saat ini.
Baca juga: Harga Elpiji 12 Kg Naik, Pertamina Minta Masyarakat Tak Pindah ke Elpiji 3 Kg
Dia meyakini, kenaikan harga BBM dan gas nonsubsidi akan berdampak besar dan mendorong terjadinya inflasi secara nasional.
"Ini dapat meningkatkan inflasi. Daya beli masyarakat belum pulih benar dari hantaman Covid-19, tentu hal ini akan memberatkan mereka," ucapnya.
Untuk diketahui, Pertamina kembali menyesuaikan harga BBM nonsubsidi pada produk Pertamax Turbo (RON 98), Dexlite (CN 51), dan Pertamina Dex (CN 53).
Kemudian, hargaLPG nonsubsidi yang mengalami kenaikan adalah Bright Gas 5,5 kilogram (kg) dan tabung elpiji 12 kg yang naik sekitar Rp 2.000 per kg.
Penyesuaian harga tersebut dilakukan mengikuti tren harga pada industri migas dunia. Tercatat, harga minyak Indonesian Crude Price (ICP) per Juni menyentuh 117,62 dollar AS per barel, atau lebih tinggi sekitar 37 persen dari harga ICP pada Januari 2022.
Baca juga: Daftar Terbaru Harga BBM dan Elpiji yang Alami Kenaikan
Begitu pula dengan LPG, tren harga Contract Price Aramco (CPA) pada Juli 2022 mencapai 725 dollar AS per Metrik Ton (MT), atau lebih tinggi 13 persen dari rata-rata CPA sepanjang 2021.