KOMPAS.com - Anggota Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia (RI) Sihar Sitorus menyarankan tiga hal kepada pemerintah guna meningkatkan kapasitas produksi minyak goreng di dalam negeri.
Pertama, politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Perjuangan (PDI-P) itu menyarankan agar pemerintah memikirkan kebijakan yang bersifat sistematik dalam menjaga stabilitas harga minyak goreng. Salah satunya melalui upaya optimalisasi holding di PT. Perkebunan Nusantara (PTPN).
Upaya optimalisasi holding tersebut dilakukan dengan membeli tandan buah segar (TBS) dari petani serta melepaskan stok crude palm oil ( CPO) untuk pasar domestik. Ini mengingat data pada 2020, hasil produksi CPO dari holding PTPN mencapai 2,38 juta ton.
"Pertama, optimalisasi holding PTPN dapat meningkatkan kapasitas produksi minyak goreng. Bukankah peran Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tidak melulu mencari keuntungan tapi juga meningkatkan kesejahteraan masyarakat?," ujar Sihar seperti dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Kamis (3/2/2022).
Baca juga: Ini Harga Terbaru Minyak Goreng Curah, Kemasan Sederhana, dan Premium
Untuk saran kedua, lanjut dia, yaitu melalui upaya penurunan levy atau pajak ekspor sebagai insentif untuk mendorong produksi.
"Kedua, bukankah Badan Layanan Umum (BLU) - Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) memiliki pilihan untuk menurunkan levy sebagai insentif guna mendorong produksi,” ucap Sihar dalam keterangan tertulis, Rabu (2/2/2022) di Jakarta.
Dengan penurunan pajak ekspor, ia meyakini jumlah CPO di pasar lebih banyak dan akan berdampak pada harga crude palm oil yang lebih kompetitif.
Terakhir, legislator daerah pemilihan (Dapil) Sumatera Utara (Sumut) II itu juga menyarankan kebijakan penggunaan Dana Desa (DD) melalui Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) agar diarahkan kepada pembangunan pabrik minyak goreng hasil perkebunan masyarakat.
Baca juga: Ada UU Ciptaker, BUMDes Kini Bisa Leluasa dalam Bermitra
Sebelumnya, pemerintah telah menerapkan kebijakan domestic market obligation (DMO) untuk seluruh produsen minyak goreng mulai Kamis (27/1/2022). Langkah ini guna memastikan pasokan minyak goreng untuk kebutuhan domestik stabil.
Dalam kebijakan DMO diketahui hanya menyisakan hasil produksi CPO sebesar 20 persen untuk menciptakan stabilisasi harga minyak goreng di dalam negeri.
Menurut Sihar, angka 20 persen itu sangat berbanding terbalik dengan status keberadaan dari minyak goreng yang menyangkut hajat hidup orang banyak.
" Minyak goreng menyangkut hajat hidup orang banyak. Potongan minyak goreng tentu tidak boleh berkurang. Melalui proses eliminasi, maka loyang lain lah yang harus tergerus," ujar Sihar dalam keterangan tertulis, Rabu (2/2/2022) di Jakarta.
Baca juga: Erick Thohir Ajak Semua Pihak Gotong Royong Atasi Lonjakan Harga Minyak Goreng
Kebijakan tersebut, lanjut dia, tidak akan mampu menjawab permasalahan kenaikan harga eceran tertinggi (Het) minyak goreng yang terus terjadi setiap tahunnya.
Bahkan, kata Sihar, sekalipun pemerintah mengeluarkan kebijakan subsidi minyak goreng seperti yang dilakukan pada saat ini sebagai upaya menyiasati lonjakan harga minyak goreng sebelumnya.
Untuk diketahui, pada akhir 2021 harga minyak melambung tinggi pada angka Rp 20.500 per kilogram (kg) dan disubsidi menjadi Rp 11.500 per kg.