KOMPAS.com – Anggota Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia (RI) Rudi Hartono Bangun mempertanyakan rencana anggaran Badan Nasional Penanggulangan Bencana ( BNPB).
Khususnya terkait anggaran yang digunakan BNPB untuk kampanye protokol kesehatan yang memunculkan Ketua BNPB Doni Monardo.
“Saya kan waktu pulang lewat Thamrin, itu melihat ada layar besar, ini kok gambar Pak Doni semua. Ke sana sedikit lagi, dekat Plaza Indonesia (PI), Pak Doni lagi gitu,” ucapnya dalam Rapat Kerja Komisi VIII DPR RI pada Selasa (16/3/2021).
Ia mempertanyakan terkait banyaknya gambar Ketua Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 itu di jalan-jalan dan televisi.
Baca juga: ICW Sebut BNPB Tak Teliti terhadap Pengadaan Barang Kesehatan untuk Covid-19
“Makanya siapa yang bayar pak? Apakah dana iklan itu? Apakah mau nyalon atau apa itu pak? Terkait anggaran komunikasi publik, apakah anggaran komunikasinya dari situ?”, tanya Rudi, seperti dalam keterangan tertulis yang Kompas.com terima pada Selasa (23/3/2021).
Menanggapi hal tersebut, Doni Monardo mengaku tidak tahu bahwa ada foto dirinya yang muncul pada iklan-iklan yang disebutkan Rudi.
Ia pun menegaskan, dirinya tidak pernah meminta secara khusus untuk dimunculkan dalam ikan.
Dalam rapat kerja yang dihadiri pula oleh Menteri Sosial dan Menteri Keuangan tersebut, Rudi Hartono juga menyoroti tentang pengajuan penambahan anggaran untuk kebakaran hutan dan lahan(k arhutla) untuk tahun 2021.
Baca juga: Ketika Doni Monardo Enggan Dirawat meski Fisik Melemah akibat Covid-19
Disebutkan dalam rapat, bahwa penambahan anggaran karhutla yang diajukan oleh BNPB mencapai Rp 1,084 triliun.
“Apakah sampai sebesar itu (anggaran) untuk menyiram kebakaran, sementara kebakarannya sekarang di mana?”, tanya Rudi.
Ia juga menanyakan pada Ketua BNPB Doni Monardo, mengapa anggaran BNPB tidak fokus untuk bencana banjir dan tanah longsor yang saat ini menjadi prioritas.
Rudi Hartono mengatakan, wajar apabila Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) tidak menyetujui penambahan anggaran tersebut.
Baca juga: Puan Maharani: Perilaku Anggota DPR Jadi Cerminan Proses Kaderisasi Parpol
“Ya sebab memang besar sekali. Anggaran Rp 1 triliun itu besar. Bisa jadi kota lahan kebakaran (anggaran) itu,” tukasnya.
Dalam rapat kerja tersebut juga diketahui bahwa BNPB masih mempunyai tunggakan pembayaran kepada sektor swasta, terkait penanganan karhutla.
Tunggakan pembayaran tersebut mencapai Rp 1,36 triliun. Tunggakan ini terjadi pada sepanjang 2020 di enam provinsi di Indonesia.
Terkait hal itu, Rudi Hartono pun kembali mempertanyakan adanya tunggakan pembayaran tersebut.
"Kenapa sampai vendor yang kelola helikopter air belum juga mendapatkan pembayaran?" tanyanya.
Baca juga: Viral Bantuan Banjir Ditarik, Ini Klarifikasi Bupati Jember
Bukan hanya itu, Rudi merasa sangsi pula terhadap penyaluran dana bantuan bagi korban banjir dan gempa bumi.
Dalam laporannya kepada DPR, BNPB menyatakan memberikan bantuan tersebut kepada pemerintah daerah tingkat II.
Padahal pemerintahan kabupaten atau kota sudah memiliki anggaran dana alokasi khusus (DAK) dan juga dana alokasi umum (DAU).
“Siapa yang tahu dana tersebut sampai atau tidak,” tutur Rudi.
Ia mengaku bahwa beberapa waktu lalu ada daerah yang mengalami bencana banjir dan meminta disalurkan dana bantuan. Padahal harusnya bantuan tersebut sudah mereka terima.
Baca juga: BNPB: 818 Bencana di Indonesia Sepanjang 2021
“Menurut anak buah Pak Doni, (pihaknya) sudah menyalurkannya dana ke daerah, tetapi beberapa hari kemudian, korban kebanjiran datang dan mempertanyakan bantuan yang tak kunjungi diterima," ungkapnya.
Terkait hal tersebut, Doni Monardo diminta segera memperbaiki tata kelola dana bantuan di BNPB.