KOMPAS.com – Program Tabungan Perumahan Rakyat ( Tapera) harus menguntungkan bagi rakyat.
Pernyataan itu disampaikan anggota Komisi V DPR RI Ahmad Syaikhu saat Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Dirjen Pembiayaan Infrastruktur Pekerjaan Umum dan Perumahan dan Komisioner Tapera di Gedung Parlemen, Jakarta, Kamis (9/7/2020).
Menurut dia, agar Tapera menguntungkan rakyat, pemerintah harus melakukan empat hal berikut ini:
1. Kaji batas maksimal penghasilan Rp 8 juta per bulan
Ahmad Syaikhu mempertanyakan alasan aturan yang membatasi peserta Tapera, yakni mereka dengan penghasilan maksimal Rp 8 juta per bulan.
Aturan itu berlaku, khususnya untuk kelompok sasaran kredit perumahan rakyat (KPR) Sejahtera, KPR Subsidi Selisih Bunga (SSB), dan KPR Subsidi Selisih Marjin (SSM).
Aturan itu ada dalam Keputusan Menteri (Kepmen) Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) yang mengatur batasan maksimal penghasilan Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR).
Menurut dia, Rp 8 juta itu merugikan masyarakat. Misal suami-istri bekerja dengan upah minimum regional DKI Jakarta Rp 4,2 juta, maka mereka tidak bisa ikut Tapera karena pendapatan gabungan adalah Rp 8,2 juta.
Baca juga: Anggota Komisi X DPR Minta Kemendikbud Perhatikan Daerah 3T dalam Pembelajaran Jarak Jauh
“Perlu pijakan kuat jika ingin menetapkan batas maksimal Rp 8 juta,” kata Syaikhu dalam keterangan tertulis.
Ia mencontohkan, Rp 8 juta dijadikan Penghasilan Tidak Kena Pajak sebagai landasan mengikutkan MBR dalam Tapera. Saat ini, pajak penghasilan masih dibebaskan.
2. Tambah target unit rumah
Tapera tidak hanya mengelola dana dari eks Badan Pertimbangan Tabungan Perumahan (Bapetarum), tetapi juga menerima peserta dari Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP), dana wakaf, dan program pembiayaan rumah lainnya.
“Artinya, target 500.000 masih kurang. Backlog pada awal 2020 untuk kelompok ini masih 1,72 juta unit, belum penambahan kebutuhan rumah setiap tahunnya,” ujar Syaikhu.
Oleh karena itu, target 500.000 unit rumah itu, imbuh dia, masih sangat kurang. Kebutuhan jelas di atas angka tersebut.
3. Beri subsidi bagi ASN golongan I dan II
Syaikhu berpendapat bahwa program Tapera lebih baik ditunda pada masa pandemi Covid-19. Potongan sebesar 2,5 persen dianggap makin memberatkan beban masyarakat saat pandemi.
Namun jika pemerintah memaksa Tapera untuk segera dilakukan, ia meminta diberikannya subsidi, khususnya kepada ASN golongan I dan II.
4. Bantu peserta dapatkan kejelasan status rumah
Terakhir, Syaikhu meminta Badan Pengelola Tapera untuk bisa membantu peserta mendapatkan kejelasan status kepemilikan rumah setelah selesai mencicil.
“BP Tapera bisa membantu peserta untuk mendapatkan sertifikat hak milik atas rumahnya,” ujar Syaikhu.
Selain membantu peserta mendapat kejelasan status rumah, BP Tapera juga diharapkan membantu aksesibilitas peserta untuk mendapat rumah.