KOMPAS.com – Presiden Joko Widodo telah resmi melantik para menteri Kabinet Indonesia Maju di Istana Kepresidenan, Jumat (25/10/2019).
Mereka akan bekerja untuk lima tahun ke depan. Meski demikian, ada beberapa catatan kritis, terutama untuk sektor ekonomi, yakni Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
Adalah Anggota DPR RI, Heri Gunawan yang menyampaikan catatan kritisnya kepada Kemenkau yang saat ini dipimpin Sri Mulyani itu.
Baca juga: Ikuti Legal Expo 2019, DPR RI Usung Tema “DPR Baru, Harapan Baru”
Ia menganggap kinerja pemerintah di bidang ekonomi pada periode sebelumnya masih kurang menggembirakan.
Total ada 8 catatan kritis yang ia sampaikan. Berikut ini selengkapnya:
1. Pertumbuhan ekonomi yang lambat
Hal pertama yang Heri soroti adalah pertumbuhan ekonomi karena hanya mencapai lima persen.
Hasil itu menempatkan Indonesia di peringkat 33 dunia sekaligus memastikan jika Indonesia belum pernah mengalami pertumbuhan ekonomi lebih dari 10 persen.
“Bila pertumbuhan ekonomi kita terus hanya berada di kisaran lima persen, bahkan mungkin tidak sampai, berarti kita tidak akan mungkin sampai pada kategori negara maju,” ujar Heri dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com.
2. Pendapatan perkapita yang rendah
Catatan kritis selanjutnya dari politisi fraksi Gerindra adalah mengenai pendapatan perkapita.
Saat ini, pendapatan perkapita Indonesia baru masuk kategori menengah-rendah. Hal itu membuat Indonesia terlempar ke peringkat 114 dunia.
Sementara itu, untuk menjadi negara maju, pendapatan perkapita harus lebih dari 12.000 dollar AS.
3. Rasio pajak yang rendah
Masalah pajak juga tidak luput dari catatan kritis. Heri memaparkan jika rasio pajak Indonesia adalah yang paling rendah di kawasan Asia dan Afrika.
4. Deindustrialisasi
Masalah ekonomi Indonesia selanjutnya adalah deindustrialisasi yang ditunjukkan dengan kebocoran sektor industri vital seperti baja.
Heri memberi contoh daerah industri seperti Batam, pertumbuhan ekonominya malah jatuh hingga dua persen.
Sementara itu, perekonomian nasional juga kian rentan karena sangat besarnya defisit transaksi berjalan yang mencapai minus 8,4 miliar dollar AS.
5. Pengurangan angka kemiskinan
Pengurangan kemiskinan, imbuh Heri, juga sangatlah lambat pada periode sebelumnya. Pengurangan kemiskinan paling cepat terjadi di era Gus Dur.
Meski demikian, ia mengapresiasi kinerja pemerintah karena berhasil menurunkan tingkat kemiskinan di bawah 10 persen.
Baca juga: Legislator PKS Sesalkan Insiden Ledakan Pipa Pertamina di Jawa Barat
Untuk gini ratio meski berada di angka 0,38, politisi Gerindra itu menganggap jika angka tersebut bukan capaian terbaik.
Sebelumnya, Indonesia pernah mencapai angka 0,31 pada 2000 lalu. Angka itu mendekat negara-negara wellfare state dengan angka gini ratio 0,20-0,30.
6. Konsep APBN yang gagal
“Pengelolaan Anggaran Pendapatan Belanjar Negara (APBN) masih mengadopsi konsep yang sudah terbukti gagal di banyak negara, yaitu masih menggunakan metode austerity policy atau pengetatan anggaran,” imbuh Heri.
Konsep pengetatan anggara yang terlalu eksesif terbukti menimbulkan penolakan dari rakyat. Hal itu menurutnya akan mengarah pada krisis politik.
7. Tingginya beban utang
Heri menjelaskan, APBN Indonesia juga terkuras untuk membayar kewajiban utang yang mencapai sekitar Rp 680 triliun.
Legislator asal Sukabumi ini melanjutkan, tingginya utang dikarenakan kebijakan pemberian kupon atau bunga surat utang yang terlalu tinggi sekitar 2-3 persen dari negara lain dengan kredit rating di bawah Indonesia.
Baca juga: Puan Minta Para Menteri Harus Bersinergi dan Hilangkan Ego Sektoral
Ditambah lagi, imbuh dia, sebanyak kurang-lebih 50 persen surat utang pemerintah dipegang asing.
“Pemerintah harus bisa menurunkan bunga surat utang menjadi 1,5 persen. Hal itu akan menghemat anggaran sekitar Rp 29 triliun yang bisa digunakan menutup defisit BPJS Kesehatan,” kata Heri.
8. Turunnya daya saing Indonesia
Heri juga menjelaskan, menurut World Economic Forum, indeks daya saing Indonesia tengah menurun.
“Padahal, saat ini indeks daya saing negara-negara tetangga kita seperti Singapura, Malaysia, dan Thailand mengalami kenaikan,” imbuh dia.
Anggota DPR RI ini pun berharap agar yang disampaikannya menjadi catatan serius Kementerian Keuangan untuk mewujudkan Indonesia Maju, Adil Makmur, dan Sejahtera.